Etilen Glikol, Mengapa Baru Sekarang Bermasalah ? - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Etilen Glikol, Mengapa Baru Sekarang Bermasalah ?

    Sumber: https://bit.ly/3DnsbD2


         Kasus gagal ginjal akut yang saat ini banyak menyerang anak balita di Indonesia, begitu mengejutkan para orang tua. Bagaimana tidak, sampai tulisan ini dibuat, untuk di Jakarta saja tercatat 86 anak mengalami gagal ginjal akut, dan 46 diantaranya meninggal dunia (Kompas.com, 22 Oktober 2022). Kasus ini pula diduga menjadi kasus epidemi semenjak Covid – 19 di Indonesia mulai mereda.

         Dugaan awal dari munculnya kasus gagal ginjal akut ini, ditengarai akibat mutasi virus semenjak Covid – 19 dan pertama kali muncul di Negara Gambia, yang juga menjangkiti anak – anak balita. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merespon hal tersebut dan memperingatkan akan kewaspadaan dini. 

         Kementerian Kesehatan pun merespon cepat, dan meneliti penyebab gagal ginjal ini, serta menyimpulkan adanya garam kalsium ditemukan pada ginjal penderita. Garam kalsium inilah yang mencederai ginjal, lalu mengapa hanya anak balita saja yang menderita penyakit ini ?.

         Etilen Glikol (EG), diisukan menjadi salah satu penyebabnya. Kemenkes pun menyatakan di media, menemukan kesamaan penyebab seperti yang terjadi di Gambia. Beberapa literatur yang Penulis baca, EG ini adalah senyawa organik yang bersifat katalis, dan menjadi bahan pelarut obat yang berasa manis. Seperti yang kita ketahui, obat cair sirup untuk anak – anak kebanyakan diberi perasa buah, agar anak tetap mau meminum obat.

    Dilansir Detik.comDietilen glikol dan etilen mengalami oksidasi oleh enzim," kata Guru Besar Fakultas Farmasi Unpad Prof apt Muchtaridi, PhD, dikutip dari dari laman resmi Universitas Padjadjaran (Unpad), Sabtu (22/10/2022).

    Ketika masuk ke dalam tubuh, senyawa tersebut akan mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid. Lalu, etilen glikol kembali dioksidasi menjadi asam glikol dan membentuk lagi menjadi asam oksalat, senyawa yang memicu membentuk batu ginjal. Asam oksalat yang sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam.

    "Asam oksalat kelarutannya kecil, kalau ketemu kalsium akan terbentuk garam yang sukar larut air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal," kata Muchtaridi.

    Etilen Glikol yang ditemukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki risiko pada ginjal, seperti kasus yang terjadi di Gambia.

         Namun mengapa EG yang sudah bertahun – tahun digunakan sebagai pelarut obat dan berbagai merek pun beredar di Indonesia, justru saat ini menjadi masalah ?. Padahal obat cair sirup yang beredar pun sudah lebih dahulu beredar, bahkan saat Penulis masih kecil. Pabrik dan perusahaannya cukup terkenal, dan yang paling penting izin edar dan konsumsinya pun sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM bukan Lembaga negara yang terbentuk kemarin sore.

         Jika memang obat cair ini yang menjadi masalah, tentu cukup memberi edaran, dan menarik dari peredaran obat – obat cair yang telah terdistribusi. 

    Namun bagi Penulis itu belum cukup, dan yang perlu dilakukan adalah mengaudit BPOM itu sendiri, bagaimana kinerjanya selama ini. Jika memang EG dilarang digunakan, kok bisa lolos, dan diberikan izin oleh BPOM untuk dikonsumsi.

         Perpanjangan izin edar oleh produsen obat, tentu bukan sebatas kertas izin biasa, pasti ada prosedur tes uji ulang. Apakah selama ini BPOM hanya Lembaga diatas meja saja, yang hanya mengeluarkan izin sebatas tanda tangan dan stempel, tanpa perlu uji ulang?. Bagaimana bisa BPOM kecolongan atas hal ini ?.

         Terlepas dari itu semua, dari kita sebagai konsumen tentu sudah menjadi konsumen yang bijak. Memilih dan memilah makanan serta obat yang di konsumsi keluarga, pastilah sangat hati – hati. Apalagi obat yang diberikan sudah dalam resep dokter, obat sirup, tablet, ataupun puyer.

         Nah, tinggal menunggu kesigapan dan ketegasan negara saja, mengaudit Lembaga BPOM ini ataukah menunggu kasus kasus penyakit lainnya. Jika BPOM hanya sebagai Lembaga yang memberikan pengumuman dan edaran setelah kasus beredar, apa bedanya dengan perusahaan media massa.

         --------------

         Schrijver.

         Copyright. ©. 2022. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad