Nepotisme Terkuak Pasca Pandemi Merebak - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Nepotisme Terkuak Pasca Pandemi Merebak



        Belakangan ini sedang viral nama seorang anggota Staf Khusus Kepresidenan yang ‘katanya’ berasal dari kaum millenial, Adamas Belva Syah Devara. Namanya mencuat pasca diketahui jika ia adalah CEO dari Ruang Guru yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai salah satu lembaga pelatihan bagi penerima manfaat Kartu Pra Kerja.
    Gambar 1 : Banner Ruang Guru yang menjelaskan untuk belajar di rumah saja kala pandemi Covid 19 merebak (Sumber : https://blog.ruangguru.com/hubfs/Sekolah_Online_1-01.png)

        Sebelum Adamas, Staf Khusus Millenial yang juga naik daun adalah Andi Taufan Garuda Putra, yang belakangan diketahui sebagai CEO Amartha, sebuah perusahaan pendanaan mudah yang menyasar pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dengan metode tanpa agunan.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Andi Taufan melakukan blunder karena menyurati camat seluruh Indonesia untuk memberikan kemudahan bagi agen Amartha untuk masuk ke desa – desa memberikan bantuan terkait pandemi Covid 19. Disini Andi Taufan tidak seharusnya ‘mentang – mentang’ sebagai staf khusus, bisa mengeluarkan kebijakan seperti itu, terlebih untuk perusahaannya sendiri.

    Baca Juga : Surati Camat Seluruh Indonesia, Stafsus Presiden Minta Maaf

    Staf khusus, hanya sebagai penasihat, dan pemberi pendapat bukan pengambil keputusan.
    Sebelum staf khusus yang mempunyai perusahaan ini yang menjadi sorotan publik, sebelumnya ada CEO GOJEK Nadhiem Makarim yang menjadi Menteri Pendidikan. Bagi pak menteri, sejak diawal pengangkatannya kebijakan meniadakan Ujian Nasional masih menjadi pro dan kontra.
    Diangkatnya para petinggi perusahaan untuk masuk didalam lingkaran pemerintahan mulai terkuak niatan awalnya dimasa pandemi Covid 19 tahun 2020 ini.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Aroma nepotisme perlahan mulai tercium, dimulai dari Ojek Online (ojol), yang dalam hal ini diwakili 2 provider berwarna hijau, yang salah satunya adalah GOJEK.
    Sejak awal di terapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan kota – kota lain, pemberitaan media seakan mengarahkan untuk kasihan terhadap para pengemudi ojol ini. Orderan sepi, keluarga menanti dirumah tak pasti, hingga penutupan jalan yang otomatis menghalangi jalur berkendara ojol.
    Gambar 2 :Pengemudi Ojek Online yang menunggu orderan (Sumber : https://cdn-image.bisnis.com/posts/2020/04/06/1223032/bio-gojek-3.jpg)

    Karena pemberitaan seperti itu, berbondonglah bantuan yang menyasar pengemudi ojol. Sembako, makanan gratis, hingga dana tunaipun diberikan, dan mereka belakangan juga dispesialkan untuk tetap boleh melewati jalan – jalan yang ditutup dengan syarat memakai atribut dan mengantar orderan.
    Dalam kasus ini Penulis mencium aroma nepotisme dari brainstorming yang berhasil diwartakan media setiap hari, padahal bukan hanya ojol yang terdampak demikian. Ojol dalam hal ini ‘masih boleh’ bekerja, coba bayangkan yang penjual pentol keliling, atau bakso, apakah mereka boleh melewati jalanan yang ditutup?.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Disamping itu, penspesialan ojol di masa PSBB ini, tentu memberikan pemasukan besar bagi perusahaan pak menteri, entah pengemudi ojolnya berpanasan dan bermandikan peluh, intinya perusahaan untung besar. Kucuran dana segar pastilah mengalir deras.

    Baca Juga : Simalakama Remisi Asimilasi dan Kartu Pra Kerja

    Jadi, penspesialan ojol ini apakah karena CEO nya adalah ‘orang dalam’ lingkaran pemerintah?. Wajarkah jika penjual pentol menyesal tidak menjadi pengemudi ojol?. Wajar dong.
    Selanjutnya, dimasa PSBB ini tentu banyak para pekerja diputus kontraknya dan menjadi pengangguran, karena perusahaannya minim laba. Nah, untuk mengatasi masalah ini pemerintah langsung menjalankan janji kampanye Kartu Pra Kerja. Pemerintah pun menunjuk banyak lembaga penyedia jasa pelatihan untuk mengakomodir program ini, salah satunya Ruang Guru, yang dimiliki Adamas Belva Syah Devara, staf khusus yang ‘katanya’ mewakili millenial.

    Baca Juga : Kucuran Dana Ditengah Pandemi

    Penulis meramalkan skema pendanaan yang akan diberikan pada penerima manfaat Kartu Pra Kerja berupa Gaji bulanan sekitar 3 jutaan ini akan masuk ke saldo Kartu Pra Kerja, bukan ke rekening, kok bisa?.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Gambar 3  : Kartu Pra Kerja. Ilustrasi. (Sumber : https://mmc.tirto.id/image/otf/500x0/2020/04/06/kartu-prakerja---xxx_ratio-16x9.jpg)

    Kemungkinan nanti akan ada aplikasi di smartphone yang menunjukkan saldo Kartu Pra Kerja. Nah saldo ini tidak bisa diuangkan melainkan untuk membayar pelatihan – pelatihan yang dipilih secara online di platform Ruang Guru. Sampai disini paham kan?.
    Intinya begini, Kartu Pra Kerja tentu dianggarkan pemerintah entah berapa trilliun, yang dana tersebut ‘katanya’ diberikan pada penerima manfaat Kartu Pra Kerja. Namun dana tersebut tidak bisa dicairkan, dan masuk lagi ke perusahaan sang staf khusus millenial.
    Jadi, tercium kan aroma nepotismenya, kucuran dana proyek dari APBN-lah yang semakin mengayakan staf khusus ini.
    Apakah ini tujuan dari pelemahan KPK, sehingga KPK tidak mudah melakukan penyidikan untuk proyek – proyek dilingkaran penguasa?.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Ini baru 2 kasus saja, untuk yang Amartha kemungkinan skemanya begini juga, uang negara berputar dikantong pengusaha dalam lingkaran pemerintah. Namun Amartha sudah tercium sejak dini sehingga surat tersebut sudah dicabut, namun tidak tahu juga apalagi dibelakang yang tidak kita ketahui.
    ------------------
    Schrijver.
    2020. Copyright ©. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad