Mengenang Peran IMF Mengkudeta Soeharto Pada 1998
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Asro Kamal Rokan, Jurnalis
Senior dan Mantan Pimred Republika*
SITUASI semakin sulit saat itu. Nilai rupiah jatuh menjadi Rp 13.673 per dolar AS, tidak lama setelah Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF), 15 Januari 1998.
SITUASI semakin sulit saat itu. Nilai rupiah jatuh menjadi Rp 13.673 per dolar AS, tidak lama setelah Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF), 15 Januari 1998.
IMF yang semula diyakini sebagai dewa penyelamat, seakan membiarkan kondisi semakin buruk. Soeharto kecewa, bangunan puluhan tahun rontok dengan cepat.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Soeharto berharap besar pada Hanke untuk menstabilkan nilai rupiah. Hanke, yang ditunjuk sebagai penasihat ekonomi Pak Harto, menyodorkan sistem dewan mata uang (currency board system -- CBS) yang mematok Rp 5.500 per dolar AS. Hanke memang ahlinya. Pak Harto yakin sekali, inilah cara pemungkas menstabilkan nilai tukar rupiah.
Pak Harto menyiapkan skenario untuk memuluskan CBS. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang CBS pun disiapkan. Pada 11 Februari 1998, Pak Harto menandatangani surat pemberhentian Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, sebelum masa tugasnya berakhir. Soedradjat disebut-sebut menolak pemberlakukan CBS.
Namun tekanan lebih besar muncul. Sejumlah pengamat ekonomi nasional menolak CBS. IMF pun protes, dengan menyebutkan pemberlakukan CBS tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani Pak Harto. Tekanan lebih berat datang dari AS, Jerman, Jepang, Australia, dan Inggris. Presiden Bill Clinton langsung menelepon Pak Harto agar menerima resep IMF. Begitu juga pemimpin negara lain.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Krisis moneter berlanjut ke wilayah politik. Mei 1998, kerusuhan meledak di berbagai daerah. Soeharto akhirnya menyerah pada 21 Mei, setelah 33 tahun berkuasa dan menjadi salah satu orang terkuat Asia.
Sepuluh tahun setelah peristiwa itu, di Jakarta, Prof Steve H Hanke berbicara di hadapan tokoh-tokoh bisnis Indonesia di Globe Asia Exclusive Insights, Jakarta. Dalam forum ini, seperti diberitakan LKBN Antara, Steve Hanke memaparkan kisah di balik penolakan konsep CBS.
Dalam berbagai pertemuan di Jalan Cendana, Soeharto menyetujui konsep Hanke dan mengangkat Hanke sebagai penasihatnya. Namun, rencana penerapan CBS mendapat reaksi keras. Menurut Hanke, pada waktu itu Soeharto ditekan oleh Presiden AS, Bill Clinton, dan Direktur Pelaksana IMF, Michel Camdessus, supaya tidak melaksanakan CBS dengan ancaman menunda bantuan 43 miliar dolar AS.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Serangan IMF dan AS terhadap Steve Hanke soal CBS itu juga aneh. Keanehannya, penerapan CBS di Argentina, yang juga jadi pasien IMF, diperbolehkan, sedangkan di Indonesia dilarang.
Mantan PM Australia, Paul Keating – yang dikenal bersahabat dengan Pak Harto -- berpendapat sama. Menurutnya, AS sengaja menggunakan ambruknya ekonomi sebagai alat menggusur Soeharto.
Belakangan, setelah berhenti sebagai Direktur Pelaksana IMF, Michel Camdessus mengakui skenario menjatuhkan Soeharto itu.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Dari semua peristiwa itu, Prof Hanke sampai pada kesimpulan: "Seperti yang dilakukan terhadap Shah Iran, Amerika Serikat telah mengeliminasi Soeharto."
Soeharto yang didukung AS berpuluh-puluh tahun-- seperti juga dilakukan Shah Iran yang dibela AS untuk menekan rakyatnya sendiri -- akhirnya juga jatuh secara tragis.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Sumber :
Red: Muhammad Subarkah
-------------------
Schrijver.
2020. ©. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.