Dilema Petani Sawah di Kalimantan - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Dilema Petani Sawah di Kalimantan



    Oleh : Yudha BJ Nugroho
    [22 September 2018]
         Kalimantan merupakan salah satu dari pulau besar yang membentuk Indonesia, selain dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua. Pulau ini juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, mulai dari hasil hutan, tambang dan mineral, hingga luasnya lahan pertanian.
         Sebelum era transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah Presiden Soeharto, dalam kurun waktu 1970an hingga awal 1990an, pertanian di Kalimantan di dasari pada kepercayaan adat masyarakat suku dayak, yang menerapkan sistem perladangan berpindah.
    Gambar 1 : Perladangan Berpindah (Sumber : https://www.plengdut.com/wp-content/uploads/2017/08/2017-08-24_17-32-40.jpg)


         Sistem ini menerapkan konsep ‘Bera’, yang artinya mengistirahatkan lahan untuk siap ditanami di periode selanjutnya. Suku dayak zaman dahulu yang masih menerapkan hidup nomaden, tentunya sistem ini cocok, dan dengan ini pula hutan yang menjadi sahabat dekat mereka terjaga kelestariannya.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Sistem ini berubah ketika masuknya pendatang baru dari luar kalimantan, dan beberapa kurun waktu kemudian sistem pertanian perladangan berpindah ini menjadi sistem pertanian menetap.
         Keberhasilan program transmigrasi yang didominasi oleh pendatang dari pulau jawa ini yang membuat luas sawah di Kalimantan meningkat drastis. Luas sawah yang besar ini membuat Kalimantan juga menjadi penyumbang program swasembada beras pada medio tahun 1984.
         Namun berbeda halnya dengan saat ini. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Luas sawah di Provinsi Kalimantan Timur saja dari tahun 2012 hingga tahun 2015 turun sekitar 33.000 Ha. Ini bukan angka yang kecil jika kita mengasumsikan luasan ini mampu mengcover devisa negara.
    Gambar 2 : Statistik Luas Sawah Di Kalimantan (Sumber : https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/10/895/luas-lahan-sawah-menurut-provinsi-ha-2003-2015.html)

         Turunnya luasan sawah ini selain karena desakan ekonomi dan semakin sulitnya mendapatkan kebutuhan untuk sawah, seperti bibit dan pupuk, namun juga pemasaran yang masih terbatas dikalangan para petani di Kalimantan.
         Para petani umumnya menjual hasil panennya kepada tengkulak atau ke pasar secara langsung. Tentu harga dari tengkulak ini sangat jauh dari yang diharapkan oleh petani. Hal ini berbeda dengan petani sawit di Kalimantan. Saking banyaknya pabrik sawit, membuat petani sawit semakin mudah menjual hasil panennya, dan mencari harga yang paling bersaing.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Keadaan kemudahan yang diterima petani sawit inilah yang membuat petani sawah beralih menjadikan sawit sebagai penghidupan utama. Mereka mengeringkan sawahnya dan menjadikannya tanaman sawit yang dirasa lebih mudah dan lebih menguntungkan.
         Jika semua petani sawah di Kalimantan berpikir demikian, bukan tidak mungkin lahan sawah di Kalimantan semakin lama semakin habis. Dahulu Kalimantan bisa swasembada beras untuk kebutuhan daerah sendiri, bisa jadi suatu saat beras akan diimpor dari pulau jawa.
         Untuk itu perlunya di adakan di Kalimantan pabrik beras yang mampu bersaing dengan sehat. Sehingga petani sawah dengan mudah menjual hasil panen mereka. Saat ini pabrik beras kebanyakan berada di pulau jawa. Bulog memang ada di Kalimantan, namun banyak petani mengeluh jika menjual ke bulog, harganya lebih rendah dari harga menjual langsung di pasar. Dilema.


    Yudha BJ Nugroho

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad