PAPER PRAKTIKUM BIOMETRIKA HUTAN Kelompok 2 (Senin) DOSEN Dr. Ir. Budi Kuncahyo >> SIMULASI PENDUGA LUASAN HUTAN MANGROVE EFEKTIF UNTUK BUDIDAYA UDANG
MAKALAH BIOMETRIKA HUTAN
SIMULASI PENDUGA LUASAN HUTAN MANGROVE EFEKTIF UNTUK
BUDIDAYA UDANG
Oleh Kelompok 2 MNH B
Anggota Kelompok :
Salya Adi nugroho (E14100106)
Nadilla Silvia (E14110065)
Lingga Buana (E14110072)
Kanda Raharja (E14110090)
Nopi Ardi (E14110094)
Dosen
Dr. Ir. Budi kuncahyo, MS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
2014
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
PENDAHULUAN
Latar
Belakang (file asli unduh disini)
Indonesia
memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Luas perairan Indonesia mencapai 5,8
juta km2 yang merupakan 75% dari seluruh wilayah, yang terdiri atas
perairan nusantara 2,8 juta km2, perairan laut teritorial 0,3 juta
km2, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001). Salah satu bagian terpenting dari
kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan
pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Mangrove
biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga merupakan daerah
tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa
dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove
merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu
terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai
berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap
stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi
dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis
mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan
mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota
akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan.
Mangrove
mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer
perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan.
Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangroveyang mati dimanfaatkan
oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh
berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama
membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik
yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai
jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat
penting maka pemanfaatan mangrove untuk budidaya perikanan harus rasional.
Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja dari lahan mangrove yang
dikonversi menjadi pertambakan.
Kekhasan
ekosistem mangrove Indonesia adalah keragaman jenis yang tertinggi di dunia.
Secara spasial, penyebaran mangrove di Indonesia berada diwilayah pesisir
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan
dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada
tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993.Kecenderungan
penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang
cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar per tahun. Hal tersebut disebabkan
oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya
(Dahuri, 2002). Dampak dari krisis ekonomi yang dialami Negara Indonesia dan
menurunnya nilai tukar rupiah telah mendorong laju konversi hutan mangrove,
terutama untuk budidaya perikanan (udang).
Tujuan
Simulasi Pemodelan bertujuan
untuk mendapatkan luasan ekosistem mangrove yang optimal untuk budidaya udang
yang berkelanjutan.
Waktu dan Tempat
Praktikum
Simulasi pemodelan pengurangan tingkat erosi pada hutan jati dilakukan pada
hari senin 15 Desember 2014 pukul 13.00-16.00 WIB di RKX.303
Alat dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan adalah berbagai Laptop, software STELLA 9.0.2, MS
Word dan berbagai data sekunder dari skripsi dan jurnal yang berkaitan dengan topik makalah.
Prosedur Pengumpulan
Data diperoleh dari berbagai acuan dari Berbagai
Acuan Skripsi antara lain skripsi pada tauhn 2007 yang berjudul Pengelolaan
Sumberdaya Mangrove dan Udang yang Berkelanjutan di Pulau Belakang Padang. Data
yang diperoleh dimodelkan dalam software STELLA 9.0.2
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
HASIL DAN
PEMBAHASAN (file asli unduh disini)
Luas ekosistem mangrove di Pulau Belakang Padang pada
tahun 2004 seluas 110.5 Ha berdasarkan analisis menggunakan citra satelit
landsat +7 ETM. Untuk melihat perubahan luasan mangrove di Pulau Belakang
Padang dari tahun 1989-2004 akan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan luas ekosistem mangrovedari analisis
data satelit di Pulau Belakang Padang (Ketersediaan Data Satelit Landsat +7 ETM
Tahun
|
Luas Mangrove (H)
|
1989
|
208.6
|
1992
|
168.4
|
1999
|
164.1
|
2000
|
125.9
|
2002
|
111.1
|
2003
|
99.9
|
2004
|
110.5
|
Sumber
: Hasil Analisis Data Satelit Landsat +7 ETM, data diolah (2007)
Berdasarkan tabel 1. luas ekosistem
mangrove di Pulau Belakang Padang dari tahun ke tahun, dari tahun 1989 hingga
2004 cenderung mengalami penurunan. Studi kasus pada ekosistem mangrove di
Pulau Belakang Padang mengalami penurunan disebabkan adanya tumpahan minyak
pada tahun 2000. Perubahan luasan ekosistem hutan mangrove tersebut juga sangat
dipengarudhi oleh kegiatan masyarakat yang memanfaatkan mangrove untuk
kebutuhan sehari-hari dan yang paling utama dalah areal mangrove tersebut
digunakan sebagai pemukiman.
Luas pemukiman di sekitar ekosistem
mangrove Pulau Belakang layar mengalami peningkatan dari tahun 1989-2004. Data
peningkata tersebut di peroleh dari pengamatan dengan menggunakan citra landsat
+7 ETM. Peningkatan luas areal pemukiman di Pulau Belakang Padang dari taun 1989-2004
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perubahan Luas Pemukiman dari analisis data
satelit di Pulau Balakang Padang
Tahun
|
Luas Mangrove (H)
|
1989
|
208.6
|
1992
|
168.4
|
1999
|
164.1
|
2000
|
125.9
|
2002
|
111.1
|
2003
|
99.9
|
2004
|
110.5
|
Sumber : Hasil Analisis Data Satelit Landsat +7 ETM,
data diolah (2007)
Berdasarkan
data di atas dari tahun ke tahun tingkat kebutuhan masyarakat terhadap lahan
pemukiman semakin meningkat, disebabkan peningkatan jumlah penduduk. jika
pemerintah daerah setempat tidak mengatur peruntukkan tata guna lahan dapat
diprediksi ekosistem mangrove akan terus terdegradasi. Berdsarkan hasil
penelitian yang kami jadikan acuan, Jika penyusutan dibiarkan terus, maka dikhawatirkan dalam 30 tahun mendatang
ekosistem mangrove akan punah dan terjadi depresiasi sumberdaya yang akan
menyebabkan jumlah produksi udang dan habitat
lainnya akan menurun. Dampaknya akan membuat nelayan sulit mendapatkan hasil tangkapan dan berpengaruh
terhadap kesejahteraan nelayan.
Produksi udang di ekosistem mangrove
Pulang Belakang padang dipengaruhi luas areal ekosistem mangrove dan upaya
penangkapannya (effort). Hubungan
antara produksi udang dan upanya penangkapannya di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan produksi udang dan alat tangkap
Trammel Net di Kecamatan Belakang Padang
pada Tahun 1994-2004
Tahun
|
Produksi
Udang (Ht)(Ton)
|
Effort
(Rt) (trip)
|
Jumlah
Alat Tangkap Tramimel net (unit)
|
1994
|
70.75
|
2206
|
6
|
1995
|
67.15
|
2227
|
10
|
1996
|
64.58
|
2103
|
18
|
1997
|
59.44
|
2056
|
20
|
1998
|
64.84
|
2414
|
38
|
1999
|
59.44
|
2054
|
46
|
2000
|
64.84
|
2155
|
44
|
2001
|
54.31
|
2151
|
42
|
2002
|
51.74
|
2148
|
40
|
2003
|
24.13
|
2146
|
43
|
2004
|
37.73
|
2144
|
53
|
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Batam, 2005
(data diolah)
Berdasarkan data di atas kami membuat
sebuah model yang dapat memprakirakan luasan areal hutan mangrove yang
tepat untuk budidaya udang yang berkelanjutan. peubah-peubah yang digunakan
adalah luas areal hutan mangrove, usaha penamgkapan udang, dan stok beserta pertumbuhan
udang tersebut. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Gambar 1. Model penduga luasan hutan
mangrove efektif untuk budidaya udang.
Pemodelan
yang dilakukan adalah menduga produksi udang yang akan didapatkan dengan
berbagai luasan hutan mangrove. Luas yang disimulasikan adalah 50 Ha, 80 Ha,
110.5 Ha (luas pada tahun 2004), 150 Ha, 180 Ha dan 200 Ha.
Gambar 2. Grafik produksi udang dengan
luas hutan mangrove 50 Ha.
Berdasarkan Gambar 2. produksi udang dengan luasan hutan mangrove
50 Ha pada awal tahun hingga tahun kedua akan mengalami peningkatan hingga
mencapai panen 371.301 ton, namun pada tahun ketiga produksi udang akan
mengalami penurunan hingga mencapai panen sebesar 11.544 ton dan tahun-tahun
berikutnya akan mengalami stagnasi.
Gambar 3. Grafik produksi udang dengan
luas hutan mangrove 80 Ha.
Berdasarkan Gambar 3. produksi udang dengan luasan hutan mangrove
80 Ha pada awal tahun hingga tahun pertama akan mengalami peningkatan hingga
mencapai panen 6.401 ton, pada tahun kedua panen mencapai 371.347 ton, namun
pada tahun ketiga produksi udang akan mengalami penurunan hingga mencapai panen
sebesar 11.544 ton dan tahun-tahun berikutnya akan mengalami stagnasi
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Gambar
4. Grafik produksi udang dengan luas hutan mangrove 110.5 Ha
Berdasarkan Gambar 4. produksi udang dengan luasan hutan mangrove
110.5 Ha pada awal tahun hingga tahun pertama akan mengalami peningkatan hingga
mencapai panen 6.401 ton, pada tahun kedua panen mencapai 371.394 ton, namun
pada tahun ketiga produksi udang akan mengalami penurunan hingga mencapai panen
sebesar 11.544 ton dan tahun-tahun berikutnya akan mengalami stagnasi.
Gambar 5. Grafik produksi udang dengan
luas hutan mangrove 200 Ha.
Berdasarkan Gambar 5. produksi udang dengan luasan hutan mangrove
200 Ha pada awal tahun hingga tahun
pertama akan mengalami peningkatan hingga mencapai panen 2.925 ton, pada tahun
kedua panen mencapai 6.226 ton, pada tahun ketiga mencapai panen 12.830 ton
namun pada tahun ketiga produksi udang akan mengalami penurunan hingga mencapai
panen sebesar 11.544 ton dan tahun-tahun berikutnya akan mengalami stagnasi.
Simulasi yang dilakukan memberikan hasil
sebagai berikut, dengan luasan dibawah 200 Ha produksi udang akan mencapai
hasil tertinggi yaitu pada luasan 110.5 Ha dengan panen 371.394 ton namun akan
mengalami penurunan yang sangat derastis pula sebelum mengalami stanasi.
Produksi udang dengan luasan sama dengan 200 Ha akan mendapat panen mencapai
11.544 ton, lebih kecil dibanding dengan luasanna sebelumnya namun panen yang
di dapat cenderung stabil.
KESIMPULAN (file asli unduh disini)
Usaha
budidaya udang pada ekosistem mangrove di Pulau Belakang Padang akan mencapai
panen tertinggi pada luasan ekosistem mangrove 110.5 Ha yang mencapai 371.394
namun mengalami fluktuasi panen yang sangat besar. Pada luasan 200 panen yang
diperoleh mencapai 11.544 ton, namun panen yang didapat cenderung stabil
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perikanan
dan Kelautan Kota Batam 2004. Data Statistik Perikanan Kota Batam 1994-2004.
Dinas Perikanan dan Kelautan
PRM. 2007. Pengelolaan sumberdaya mangrove dan udang yang
berkelanjutan di pulau belakang padang [skripsi]. Bogor
(ID) : Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
(file asli unduh disini)
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.