PAPER PRAKTIKUM BIOMETRIKA HUTAN Kelompok 6 (Kamis) DOSEN Dr. Ir. Budi Kuncahyo >> MODEL SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA PANGRADIN KECAMATAN JASINGA, KAB. BOGOR
PAPER
KULIAH BIOMETRIKA
MODEL SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI
DESA PANGRADIN KECAMATAN JASINGA, KAB. BOGOR
Disusun Oleh:
Kelompok : 6
1. Apri Wijaya E14110008
2. Shantia Jayanti J. E14110013
3. Arya Panggalih E14110022
4. Desiva Riana Putri E14110029
5. Mukhlisah Jamil E14110088
Dosen
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
PENDAHULUAN
Latar Belakang (file asli unduh disini)
Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan
sangat pentingdalam kehidupan, karena hutan dapat memberikan berbagai manfaat
berupa barang dan jasa lingkungan yang begitu besar. Pemanfaatan dan
pengelolaan hutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa
mengabaikan aspek kelestariannya. Kelestarian sumberdaya hutan yang dimaksud
adalah penyediaan hasil hutan (hasil kayu dan hasil bukan kayu) yang teratur
dan berkelanjutan yang dimanfaatkan sesuai kapasitas sumberdaya hutan tersebut.
Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk
pengelolaan hutan secara lestari adalah pembangunan hutan rakyat, yakni dengan
menanam pohon yang mempunyai nilai komersial di lahan kering maupun lahan
kritis milik penduduk. Manfaat hutan rakyat bagi masyarakat sendiri dirasakan
dari segi ekonomi, ekologi dan segi sosial. Hutan rakyat merupakan hutan yang
dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya
hutan rakyat juga disebut hutan milik. Hutan rakyat di Indonesia mempunyai
potensi besar, baik dari segi populasi pohon maupun jumlah rumah tangga yang
mengusahakannya, yang ternyata mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan.
Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai
dengan definisi hutan, dimana minimal luasannya harus 0,25 Ha. Hal tersebut
disebabkan karena ratarata kepemilikan lahan di Pulau Jawa masih sempit.
Keadaan ini mendorong pemilik lahan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin
pengelolaan lahan mereka dengan cara memanfaatkan lahan mereka dengan
membudidayakan tanaman yang bernilai tinggi dan cepat menghasilkan.
Pembangunan hutan rakyat dapat berupa kayu rakyat yang
saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis
yang cukup baik dan dirasakan oleh masyarakat bahwa usaha ini dapat memberikan
tambahan pendapatan. Namun demikian kayu sebagai hasil hutan rakyat masih
menempati posisi kurang penting sebagai pendapatan rumah tangga petani. Hal ini
ditunjukan oleh sedikitnya jumlah pohon yang dimiliki serta penentuan daur yang
tidak menentu. Karenanya sampai saat ini pohon-pohon yang dimiliki oleh petani
hutan rakyat tidak diposisikan menjadi salah satu sumber pendapatan andalan.
Oleh
karena itu perlu adanya informasi, baik masalah teknis maupun prospek nilai
ekonomisnya. Pengelolaan hutan rakyat yang ideal memungkinkan pemiliknya
menerapkan manajemen yang lebih fleksibel dan efektif dalam pengaturan hasil
maupun pengawasannya. Namun pada umumnya kebiasaan petani hutan rakyat tidak
menerapkan pengelolaan yang baik, maka pendapatan petani dari pohon- pohon yang
dimilikinya hanya merupakan bagian kecil dari total pendapatan rumah tangga per
tahun.
Rumusan Masalah
Hutan
rakyat mempunyai peran yang positif baik secara ekonomi maupun ekologi. Secara
ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat, penyediaan
lapangan pekerjaan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedangkan
dari aspek ekologi, hutan rakyat dapat mengendalikan erosi dan limpasan
permukaan, memperbaiki kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan tata air. Pengelolaan
hutan rakyat masih tergantung pada keputusan pemiliknya dalam menentukan jenis
pohon dan waktu penebangannya (daur kebutuhan) dalam kegiatan pengelolaan hutan
rakyat. Permasalahan pokok yang menjadi fokus dalam pembuatan paper ini adalah
bagaimana petani hutan rakyat dapat memilih skenario pengelolaan hutan yang
terbaik, melalui pemodelan simulasi yang dapat memprediksi tingkat pendapatan
petani hutan rakyat pada berbagai luas unit pengelolaan yang tersedia dan layak
untuk diusahakan. Sehingga dibutuhkan suatu analisis manfaat dan biaya dari
beberapa variabel ekonomi melalui pendekatan pemodelan sistem.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan paper ini adalah menyusun dan membuat model simulasi pengelolaan
hutan serta menentukan model pengelolaan hutan rakyat terbaik di Desa Pangradin,
Kecamatan Jasinga dengan berbagai skenario pengelolaan hasil hutan.
Manfaat
Manfaat yang
diharapkan adalah sbb:
1. Model simulasi pengelolaan hutan ini diharapkan
dapat membantu dan memberikan masukan dalam pengelolaan hasil hutan dalam rangka
meningkatkan pendapatan.
2. Memberikan informasi mengenai pengelolaan hutan
rakyat yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Desa Pangradin Kecamatan
Jasinga.
Hipotesis
Model pengelolaan terbaik di hutan
rakyat Pangradin adalah model pengelolaan usaha kayu sengon dan getah karet.
Model pengelolaan ini diduga dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi bagi
petani.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
METODE (file asli unduh disini)
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah alat tulis, software stella
9.0.2 sedangkan bahan yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah data
sekunder yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Pangradin,
Kecamatan Jasinga, Bogor.
Metode Pengumpulan Data
Paper ini menggunakan
data sekunder yang didapatkan dari internet dan pengalaman lapang.
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis
data meliputi:
1. Identifikasi
isu, tujuan, dan batasan
2. Konseptualisasi model yaitu penyusunan model
simulasi sesuai dengan tujuan dan batasan yang telah ditentukan sebelumnya
menggunakan ragam metode seperti diagram stok (stock) dan aliran (flow).
3. Spesifikasi model yaitu perumusan terhadap model
yang telah dibangun dan kemudian membangun model kuantitatifnya. Basic time
unit yang digunakan adalah tahun.
4. Evaluasi model yang berfungsi membandingkan
kewajaran dan kelogisanmodel dengan data sebenarnya di lapangan. Evaluasi model
dilakukan terhadap data hasil simulasi dengan data sekunder yang didapat dari perusahaan.
5. Penggunaan model, pada tahap ini dibuat
skenario-skenario pengelolaan hutan ke depan.Skenario-skenario yang digunakan
antara lain:
HASIL DAN
PEMBAHASAN (file asli unduh disini)
Penyusunan
Model Simulasi Pengelolaan Hutan
Identifikasi
Isu, Tujuan, dan Batasan
Isu
yang diangkat ke dalam pemodelan simulasi ini adalah peningkatan pendapatan
petani hutan rakyat di Desa Pangradin Kecamatan Jasinga dengan mengembangkan
kegiatan usahanya, sedangkan tujuan dari penyusunan model ini adalah membuat
model simulasi pengelolaan hutan hutan rakyat dan menentukan model simulasi terbaik
berdasarkan NPV dan BCR yang diperoleh dari beberapa skenario pengelolaan hutan
yang telah dirancang. Pembuatan model ini memperhatikan potensi tegakan,
perubahan volume produksi, suku bunga, dan jangka waktu pengelolaan.
Batasan-batasan
yang digunakan dalam penyusunan model simulasi ini antara lain:
1.
Lokasi, yaitu lahan milik beberapa petani hutan rakyat di kelurahan Pangradin.
2.
Daur
adalah umur tanaman saat mencapai masak tebang. Daur yang digunakan untuk
simulasi sengon adalah 10 tahun.
3.
Pohon karet
dimanfaatkan getahnya, pohon sengon sebagai kayu pertukangan, manggis dan durian
hanya dimanfaatkan buahnya.
4.
Jumlah
pohon (Nha) merupakan banyaknya pohon sengon yang terdapat pada areal hutan
rakyat.
5.
Luas
penanaman adalah besarnya penanaman yang dilakukan pada hutan rakyat. Komponen
ini dipengaruhi oleh jarak tanam dan luas hutan rakyat.
Jarak tanam pada hutan rakyat tergantung jenis pohonnya, luas hutan rakyat 1 hektar.
6.
Volume
kayu sengon, diperoleh dari diameter serta tinggi pohon
7.
Harga
kayu sengon, harga buah manggis per kg, harga buah durian
dan harga getah karet ditentukan berdasarkan harga pasar.
8.
Pendapatan
merupakan besarnya pemasukan hutan rakyat setelah dikurangi biaya-biaya
pengeluaran dalam pengelolaan hutan rakyat.
9.
Pemasukan
merupakan besarnya uang (manfaat) dari berbagai sumber pengelolaan hutan rakyat
pada periode yang telah ditetapkan
10.
Pengeluaran
merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan hutan rakyat pada
periode yang telah ditetapkan
Formulasi Model Konseptual
Konseptualisasi
model dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap model yang akan
dibuat. Konseptualisasi model dilakukan dengan mengidentifikasikan semua
komponen yang terlibat dalam pemodelan dan mengelompokannya ke dalam beberapa
bagian. Model simulasi pengelolaan hutan
ini terdiri dari dari model utama dan beberapa sub model yaitu:
1.
Submodel dinamika tegakan sengon
2.
Submodel pengelolaan usaha getah karet
3.
Submodel pengelolaan usaha buah manggis
4.
Submodel pengelolaan usaha buah durian
5
Model pengelolaan usaha hutan rakyat di kelurahan Pangradin, kecamatan Jasinga (model utama).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Spesifikasi
Model
1.
Sub model tegakan sengon
Hutan rakyat mulai berkembang di
masyarakat seiring kesadaran masyarakat akan manfaat menanam pohon. Jenis pohon
yang paling banyak masyarakat ditanam adalah sengon (Falcataria moluccana). Usaha sengon dilakukan pada lahan
seluas 1 Ha dengan daur 10 tahun. Banyaknya sengon yang ditanam pada lahan 1 Ha
dengan jarak tanam 3 m x 3 m adalah 1111 bibit. Usaha hutan rakyat Sengon
membutuhkan biaya untuk membangunnya. Kegiatan pengelolaan diawali dengan
persiapan lahan, kemudian dilakukan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan
dan terakhir pemanenan. Biaya persiapan lahan sebesar Rp 3.500.000,- Biaya pengadaan bibit dengan harga per bibit
Rp 1.000,- adalah Rp 1.111.000,-. Biaya penanaman sebesar Rp 825.000,- meliputi
biaya penanaman dan biaya pembuatan lubang .Setelah bibit ditanam maka
dilakukan pemeliharaan dengan biaya pemeliharaan sebesar Rp 945.000,- ditambah
biaya pupuk Rp 1000.000 hingga tahun ketiga, kemudian di tahun berikutnya hanya
dilakukan pemupukan dengan jumlah lebih kecil
memerlukan biaya Rp 500.000,- sampai akhir daur. Pemanenan dilakukan
dengan cara borongan dengan biaya Rp 5.000.000,-. Penjarangan dilakukan pada
tahun ketiga untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih luas bagi sengon agar
diperoleh tegakan yang diinginkan. Jumlah penjarangan sengon dengan luas lahan
1 Ha adalah 70 m3. Harga jual kayu sengon berumur 3 tahun per batang
adalah Rp 50.000,- jika 1 m3 kayu sengon sama dengan 4 batang kayu sengon maka
harga jual kayu sengon umur 3 tahun per meter kubik adalah Rp 200.000,-.
Sehingga didapat pendapatan dari hasil penjarangan adalah Rp 14.000.000,-.
Jumlah kayu yang dipanen pada akhir daur sebanyak 340 m3 dengan
harga per meter kubik Rp. 800.000,- , sehingga pendapatan dari hasil pemanenan
adalah Rp 272.000.000,- . Pendapatan total dari sengon adalah Rp 286.000.000,-.
Gambar 1.
Konseptualisasi submodel dinamika tegakan sengon.
2.
Submodel pengelolaan usaha getah karet
Biaya
untuk pengusahaan karet meliputi biaya persiapan lahan, pengadaan bibit dan
penanaman pada awal infestasi dan selanjutnya meliputi biaya pemeliharaan dan
upah sadap. Biaya persiapan lahan meliputi biaya pembersihan lahan,pemasangan
ajir dan pembuatan lubang tanam. Jika pekerjaan tersebut dilakukan secara
borongan, maka menurut pemaparan warga sekitar dibutuhkan biaya sebesar Rp
3.000.000,00. Penanaman karet dilakukan
dengan jarak tanam 6m x 3m sehingga dalam 1 ha lahan membutuhkan 550 bibit dan
sulaman 10 persen atau 55, maka total kebutuhan bibit adalah sebanyak 605
bibit, harga bibit karet pada saat ini adalah Rp 8000,00 (Janudianto et
al,2013). Penanaman umumnya dilakukan pengupahan sebesar Rp 2000,00/ bibit.
Selanjutnya pemeliharaan disini meliputi penyiangan, pendangiran, dan
pemupukan. Penyiangan dan pendangiran hanya dilakukan pada tahun pertama dan
tahun kedua, dan dilakukan 4 kali setahun dengan memberikan upah sebesar Rp
500000,00/tahun. Sementara itu pemupukan dilakukan pada setiap tahun dengan
biaya Rp 1500000,00/tahun sampai tahun ke 3 dan selanjutnya dikurangi dosisnya
menjadi hanya Rp 1000000,00/tahun ( Wijayati dan Saefuddin, 2012). Sementara
itu produktifitas karet rata-rata adalah 2000 kg per tahun dengan harga yang
diberikan tengkulak sebesar Rp 7000,00 /kg. Apabila penyadapan dilakukan oleh
buruh sadap, maka upah sadap dikeluarkan sebanyak Rp 600000,00/bulan, pohon
siap disadap mulai usia 3 tahun.
Gambar 2. Konseptualisasi
submodel pengelolaan usaha getah karet
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
3. submodel pengelolaan usaha
manggis.
Biaya
untuk pengusahaan manggis meliputi biaya persiapan lahan, pengadaan bibit dan
penanaman pada awal infestasi dan selanjutnya meliputi biaya pemeliharaan dan
pemanenan. Biaya persiapan lahan meliputi biaya pembersihan lahan,pemasangan
ajir dan pembuatan lubang tanam. Sama seperti pembukaan lahan karet, biaya
standar persiapan lahan untuk duren juga berkisar antara Rp 300.000,00. .
Penanaman Manggis dilakukan dengan jarak tanam 10m x 10m sehingga dalam 1 ha
lahan membutuhkan 100 bibit dan sulaman 10 persen atau 10, maka total kebutuhan
bibit adalah sebanyak 110 bibit (bapelluh_ciamis, 2013), menurut keterangan
seorang teman harga bibit manggis saat ini adalah Rp 10.000,00 per bibit.
Penanaman umumnya dilakukan pengupahan sebesar Rp 2000,00/ bibit. Selanjutnya
pemeliharaan disini meliputi penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Penyiangan
dan pendangiran hanya dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua, dan
dilakukan 4 kali setahun dengan memberikan upah sebesar Rp 500000,00/tahun.
Sementara itu pemupukan dilakukan pada setiap tahun dengan biaya Rp
1500000,00/tahun sampai tahun ke 3 dan selanjutnya dikurangi dosisnya menjadi
hanya Rp 1200000,00/tahun. Produktivitas duren per hektar adalah 1000 kg setiap
tahun dan harga yang diberikan tengkulak adalak Rp 9000/ kg dengan biaya
pemanenan sebesar Rp 2000.000,00 setiap panen berupa upah panen dan peralatan
panen. Pohon sudah mulai dipanen mulai usia 7 tahun.
Gambar 3.
Konseptualisasi submodel pengelolaan usaha manggis
4. submodel pengelolaan usaha
durian
Biaya
untuk pengusahaan durian meliputi biaya persiapan lahan, pengadaan bibit dan
penanaman pada awal infestasi dan selanjutnya meliputi biaya pemeliharaan dan
pemanenan. Biaya persiapan lahan meliputi biaya pembersihan lahan,pemasangan
ajir dan pembuatan lubang tanam. Sama seperti pembukaan lahan karet, biaya
standar persiapan lahan untuk duren juga berkisar antara Rp 300.000,00.
Penanaman Durian dilakukan dengan jarak tanam 10m x 10m sehingga dalam 1 ha lahan
membutuhkan 100 bibit dan sulaman 10 persen atau 10, maka total kebutuhan bibit
adalah sebanyak 110 bibit (Jumali 2014 ), menurut keterangan seorang teman
harga bibit durian saat ini adalah Rp 15.000,00 per bibit. Penanaman umumnya
dilakukan pengupahan sebesar Rp 2000,00/ bibit. Selanjutnya pemeliharaan disini
meliputi penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Penyiangan dan pendangiran
hanya dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua, dan dilakukan 4 kali
setahun dengan memberikan upah sebesar Rp 500000,00/tahun. Sementara itu
pemupukan dilakukan pada setiap tahun dengan biaya Rp 1500000,00/tahun sampai
tahun ke 3 dan selanjutnya dikurangi dosisnya menjadi hanya Rp 1200000,00/tahun
(Jumali 2014). Produktivitas durian per hektar adalah 1000 kg setiap tahun dan
harga yang diberikan tengkulak adalak Rp 10000/ kg dengan biaya pemanenan
sebesar Rp 2000.000,00 setiap panen berupa upah panen dan peralatan panen.
Pohon sudah mulai dipanen mulai usia 5 tahun.
Gambar 4.
Konseptualisasi submodel pengelolaan usaha durian
4. Model pengelolaan Hutan rakyat
kelurahan Pangradin.
Model
pengelolaan usaha hutan rakyat di Jasinga menggambarkan neraca keuangan di
hutan rakyat Jasinga secara keseluruhan dengan beberapa nilai dan parameter
ekonomi yang terdapat di dalamnya sebagai suatu perusahaan kehutanan. Model ini
terdiri dari beberapa driving variable dan sebuah material transfer.
Driving variable tersebut meliputi pemasukan
penjualan kayu sengon, pemasukan penjualan getah karet, pemasukan penjualan
buah manggis, pemasukan buah durian, pengeluaran kayu sengon, pengeluaran
karet, dan pengeluaran untuk pohon durian dan manggis. Semua driving
variable tersebut berupa variabel terdiskonto yang telah dipengaruhi oleh
jangka waktu proyek dan suku bunga. Sedangkan material transfer yaitu In
laba rugi akan menyalurkan besarnya keuntungan setiap tahunnya ke state
variable yaitu NPV hutan rakyat kelurahan Pangradin.
Seluruh driving variable yang
berisi data pemasukan akan terakumulasi pada auxiliary variable pemasukan
Hutan rakyat Pangradin. Begitu juga dengan seluruh driving variable yang
berisi data pengeluaran akan terakumulasi pada auxiliary variable pengeluaran
hutan rakyat di kelurahan Pangradin. Kedua auxiliary variable inilah
yang akan menjadi dasar dalam menentukan variabel akhir yaitu NPV dan BCR.
Model pengelolaan hutan rakyat ini merupakan model utama yang nantinya akan
dikembangkan pada penggunaan model menjadi beberapa skenario pengelolaan untuk
menentukan skenario terbaik bagi pengelolaan perusahaan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Gambar 5. Konseptualisasi
model pengelolaan hutan rakyat di kelurahan Pangradi.
Evaluasi Model
Evaluasi
model dilakukan untuk menguji kelogisan model dengan membandingkan dengan data
real (data sebenarnya di lapang). Evaluasi model dilakukan terhadap volume
produksi getah karet yaitu dengan membandingkan volume produksi getah simulasi
dengan volume produksi getah real empat tahun terakhir atau dari tahun 2011
hingga tahun 2014 ( Bulan Desember ). Berdasarkan Gambar 6. dapat diketahui
bahwa volume produksi getah simulasi dengan volume produksi getah real hampir
sama tiap tahunnya dari tahun 2012 hingga 2014, tetapi ditahun 2011 terjadi
perbedaan. Sehingga berdasarkan perbandingan ini dapat disimpulkan bahwa volume
produksi getah simulasi dapat mewakili keadaan yang sebenarnya di lapangan.
Gambar
6. Perbandingan volume produksi getah (sumbu x = tahun dan sumbu y = jumlah
produksi getah)
Penggunaan Model
Penggunaan
model dilakukan untuk menerapkan model ke dalam skenario-skenario yang telah
dirancang sebelumnya. Penggunaan model dalam berbagai skenario ini digunakan
untuk mencapai tujuan dari pembuatan paper yaitu memperoleh rekomendasi
pengelolaan usaha terbaik terutama dari segi kelestarian ekonomi.
1.
Skenario
pengelolaan kayu sengon.
Pada
skenario pengelolaan kayu ini diasumsikan bahwa petani hutan rakyat
hanya memanfaatkan hasil hutan kayu sengon sebagai sumber
pendapatan petani, yaitu dari hasil penjarangan dan penjualan hasil
panen tebangan akhir .
Jika skenario ini dilaksanakan maka dalam jangka waktu 10 tahun (satu daur)
petani hutan rakyat akan mendapatkan pendapatan bersih
(NPV) sebesar Rp. 31.339.834,69 dan nilai BCR sebesar 15,54
2.
Skenario pengelolaan kayu sengon dan getah karet.
Pada skenario ini petani hutan rakyat melakukan penanaman
sengon dan karet pada lahannya. Pohon karet tidak dimanfaatkan untuk kayu pertukangan
melainkan dimanfaatkan getahnya, sehingga pendapatan petani berasal dari
penjualan getah karet dan penjualan hasil kayu sengon, selama umur karet 10
tahun dari awal penanaman akan dilihat pendapatan bersih yang didapat oleh petani.
Berdasarkan
hasil analisis kelayakan usaha skenario ini dapat menghasilkan keuntungan yang
diakumulasikan selama 10 tahun yaitu sebesar Rp. 46.024.785,80
dan BCR sebesar 11,13
3.
Skenario pengelolaan kayu sengon dan pohon yang menghasilkan buah ( manggis
dan durian).
Pada skenario ini petani hutan rakyat melakukan penanaman
sengon dan pohon yang menghasilkan buah pada lahannya. Pohon manggis dan durian
tidak dimanfaatkan kayunya untuk pertukangan melainkan diambil buahnya sebagai
sumber pendapatan, sehingga pendapatan petani berasal dari penjualan buah dan
penjualan kayu sengon (beserta penjarangan). selama umur manggis dan durian 10
tahun dari awal penanaman akan dilihat pendapatan bersih yang didapat oleh
petani . Berdasarkan
hasil analisis kelayakan usaha skenario ini dapat menghasilkan keuntungan yang
diakumulasikan selama 10 tahun yaitu sebesar Rp. 40.144.988,40
dan BCR sebesar 20,62. Pada skenario ini petani akan mendapatkan
pendapatan dari hasil penjualan buah manggis dan durian per musim. Musim panen
durian dan manggis diperkirakan setahun sekali. Hal ini dapat dijadikan pendapatan
tambahan sebelum sengon dipanen pada akhir daurnya (pada tahun ke 10).
4. Kombinasi skenario terbaik
Pemilihan
skenario terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai kelayakan usaha yang terdapat
pada maing-masing skenario, dan memilih skenario pengelolaan usaha yang
memiliki NPV dan BCR tertinggi. Berdasarkan perbandingan nilai NPV dari berbagai skenario dapat dikatakan bahwa semua skenario layak untuk.
Sedangkan skenario terbaik adalah skenario yang memiliki nilai NPV dan BCR
tertinggi yaitu skenario pengelolaan kayu sengon dan
getah karet
dengan nilai NPV sebesar 46.024.785,80 dan nilai BCR yaitu 11,13.
Besarnya keuntungan ini diperoleh berdasarkan analisis finansial yang dilakukan
selama jangka waktu 10 tahun menurut nilai sekarang. Sedangkan nilai BCR>1
menunjukkan manfaat yang diterima selama jangka waktu proyek lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan.
Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis finansial yang telah dilakukan, maka skenario pengelolaan hutan
rakyat terbaik di Kelurahan Pangradin adalah skenario pengelolaan usaha kayu
sengon dan getah karet. Dengan menerapkan skenario ini petani hutan rakyat akan
memperoleh keuntungan sebesar NPV yaitu Rp. 46.024.785,80 selama jangka waktu
pengelolaan selama 10 tahun dengan memperhitungkan tingkat inflasi sebesar 6%.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Daftar pustaka
Asnan, Hefni. Sardjono, M.A. Ruchaemi, A. dan Agang, M. W. 2012. Optimalisasi Pendapatan Hutan Tanaman Jenis Meranti Merah, Sengon,
Mahoni, Pulai dan Bayur dalam Kombinasi Pengelolaan di Kalimantan Timur.
Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 2 September 2012. Samarinda (ID):
Laboratorium Sosial Ekonomi dan Laboratorium Biometrika Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman.
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2014. Hutan
Rakyat Prospektif Pasok Industri Hilir. [www.dishut.jabarprov.go.id] diakses
tanggal 15 Desember 2014 pukul 20.30 WIB
Janudianto et al.2013.Panduan Budidaya Karet untuk
Petani Skala Kecil. Lembar Informasi AgFOr Sulawesi No.5 Juli 2013.
http://bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/index.php/teknis/21-pedoman-budidaya-tanaman-durian-durio-zibethinus.html
Rojo, J.P. 1998. Albizia durazz . in M.S.M. Sosef,
L.T. Hong and S. Prawirohatmodjo. Timber
Tress: Lesser known timbers. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) 5
(3): 58-62. Bogor(ID):PROSEA Fondation.
Wijayati T dan Saefuddin. Ziraa’ah,volume 34 No 2,
Juni 2012 Halaman 137-149. Analisis Pendapatab Usaha Tani Karet(Hevea brasiliensi) di Desa Bunga putih
Kecamatan Marang Timur Kabupaten kutai Kartanegara.
(file asli unduh disini)
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.