Jepang Mengalami Penurunan Demografi Drastis, Peneliti Ungkap dimasa Depan Hanya Ada 1 Anak di Jepang - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Jepang Mengalami Penurunan Demografi Drastis, Peneliti Ungkap dimasa Depan Hanya Ada 1 Anak di Jepang

    Ilustrasi Jepang yang sedang mengalami penurunan angka kelahiran (freepik/tawatchai07)

    YUDHABJNUGROHO
     Jumlah kelahiran dan pernikahan di Jepang yang terus berkurang menyebabkan kekhawatiran mendalam mengenai masa depan populasi negara itu.

    Sebuah laporan dari Japan Times pada 6 Januari 2025 menyatakan bahwa jika pola ini berlanjut, Jepang diperkirakan hanya akan memiliki satu anak pada tahun 2720.

     

    Ramalan ini diajukan oleh Hiroshi Yoshida, seorang dosen di Pusat Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Lanjut Usia Universitas Tohoku.

     

    Sejak 2012, Yoshida menerbitkan proyeksi jumlah anak setiap bulan April, menggunakan simulasi yang didasarkan pada tingkat penurunan populasi tahunan di kalangan anak-anak.

     

    Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat penurunan populasi tahunan mencapai 2,3 persen pada bulan April lalu.

     

    Angka ini menunjukkan percepatan penurunan lebih dari 100 tahun jika dibandingkan dengan ramalan yang dibuat pada tahun 2023.

     

    Jika keadaan ini tidak segera diperbaiki, Jepang menghadapi risiko punahnya generasi muda di masa mendatang.

     

    Penurunan Tingkat Kelahiran di Jepang

     

    Penurunan tingkat kelahiran di Jepang merupakan salah satu masalah paling mendesak.

     

    Informasi dari Kementerian Kesehatan Jepang menunjukkan bahwa angka kelahiran menurun menjadi 1,20 pada tahun 2023, yang merupakan level terendah dalam sejarah.

     

    Di Tokyo, angka kelahirannya bahkan lebih rendah, hanya 0,99, menjadikannya kota pertama di Jepang dengan angka kelahiran di bawah 1.

     

    Salah satu penyebab utama rendahnya angka kelahiran adalah semakin sedikitnya orang Jepang yang memilih untuk menikah.

     

    Menurut sensus 2020, sekitar 28 persen pria berusia 50 tahun dan 17,8 persen wanita pada usia yang sama belum pernah menikah.

     

    Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun 1990, di mana hanya 5,6 persen pria dan 4,3 persen wanita yang tidak pernah melangsungkan pernikahan.

     

    Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Tingkat Kelahiran

     

    Untuk menghadapi krisis populasi, pemerintah Jepang telah meluncurkan berbagai program untuk mendorong kaum muda agar menikah dan memiliki anak.

     

    Salah satu strategi yang diterapkan adalah pengembangan aplikasi kencan, yang dianggap efektif membantu orang-orang menemukan pasangan.

     

    Sebuah survei menemukan bahwa 1 dari 4 pasangan di bawah usia 40 tahun yang menikah dalam satu tahun terakhir bertemu melalui aplikasi tersebut.

     

    Selain itu, Pemerintah Metropolitan Tokyo juga meluncurkan aplikasi kencan mereka sendiri untuk mempermudah warga dalam menemukan pasangan.

     

    Langkah lain yang diambil termasuk memberikan informasi mengenai keseimbangan kehidupan kerja, bantuan pengasuhan anak, subsidi perumahan, serta konseling karier.

     

    Tidak hanya itu, pemerintah juga mendorong keterlibatan pria dalam tugas rumah tangga dan pengasuhan anak.

     

    Namun, para ahli tetap memperkirakan penurunan populasi Jepang akan berlanjut selama beberapa dekade ke depan.

     

    Menurut The Independent pada 8 Januari 2025, meskipun tingkat kesuburan mungkin segera meningkat, populasi Jepang tetap akan berkurang hingga keseimbangan antara generasi muda dan tua stabil.

     

    Fenomena Penurunan Aktivitas Seksual di Jepang

     

    Isu lain yang berkontribusi pada menurunnya angka kelahiran adalah fenomena yang disebut "penurunan aktivitas seksual." 

     

    Sebuah survei yang dilakukan pada 2024 mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen pasangan yang sudah menikah di Jepang tidak berhubungan seksual secara teratur. 

     

    Berdasarkan polling dari Raison d’Etre, 43,9 persen pasangan yang menikah jarang beraktivitas seksual, sedangkan 24,3 persen hampir tidak pernah melakukannya. 

     

    Secara keseluruhan, 68,2 persen pasangan menikah mengalami kehidupan seksual yang sangat sedikit.

     

    Survei ini melibatkan 4.000 responden berusia antara 20 hingga 40 tahun. 

     

    Temuan menunjukkan bahwa 51 persen wanita menikah di usia dua puluhan tidak berminat atau sangat sedikit berminat untuk berhubungan seksual. Angka tersebut mencapai 67,8 persen pada wanita yang berusia tiga puluhan. 

     

    Sementara itu, 39,2 persen wanita yang menikah di usia tiga puluhan sama sekali tidak beraktivitas seksual.

     

    Di sisi pria, 53,4 persen yang menikah di usia dua puluhan jarang berhubungan seksual, sedangkan jumlah ini meningkat menjadi 71,4 persen di usia tiga puluhan. 

     

    Alasan utama yang disampaikan oleh pasangan mencakup kelelahan akibat pekerjaan, hilangnya minat terhadap pasangan, dan anggapan bahwa hubungan seksual mengganggu rutinitas yang ada.

     

    Inisiatif Pemerintah untuk Mengatasi Penurunan Aktivitas Seksual

     

    Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Jepang menginvestasikan dana sebesar US$25 miliar atau sekitar Rp370 triliun. 

     

    Dana tersebut dimanfaatkan untuk memberikan subsidi yang mencakup biaya pendidikan, perawatan prenatal, serta cuti bagi ayah. 

     

    Selain itu, pemerintah juga menawarkan program dukungan bagi pasangan menikah agar dapat menjalani kehidupan keluarga yang harmonis. 

     

    Namun, upaya ini menghadapi banyak tantangan karena struktur demografi Jepang yang didominasi oleh populasi lansia. 

     

    Jepang kini memiliki populasi lansia terbesar kedua di dunia, yang berdampak pada beban yang lebih berat pada generasi muda.y©

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad