Isi BBM Subsidi Pakai Aplikasi, Ribet dan Keblinger
Sumber : https://bit.ly/3y4kA8l |
Berita
terkait dengan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali
meramaikan jagat media. Masih belum hilang ingatan kita, bahkan belum berganti
tahun ketika pemerintah secara perlahan menarik dari peredaran BBM jenis
Premium (berwarna kuning).
Banyak
penolakan dari masyarakat saat itu, namun sepertinya penolakan dari masyarakat
banyak itupun dianggap angin lalu saja oleh pemerintah, dengan alasan
‘menyelamatkan anggaran negara’. Baiklah, masyarakat perlahan mulai mengerti
dan menerima jika BBM jenis Pertalite meskipun sedikit lebih mahal dari
Premium, akan menjadi konsumsi berikutnya.
Meredanya sentiment masyarakat ini, ternyata
disulut lagi oleh pemerintah dengan rencana peraturan baru yaitu jika membeli
BBM jenis Pertalite dan Solar harus menggunakan Aplikasi smartphone ‘MyPertamina’. Entah bagaimana mekanisme ini nantinya,
tapi rencana ujicoba di beberapa kota yang dimulai 1 Juli 2022 ini sudah mulai
disosialisasikan.
Distribusi
tepat sasaran adalah alasan utamanya. Diharapkan dengan pembatasan pembelian
yang terkontrol akan semakin mencegah masyarakat mampu membeli jenis BBM bersubsidi
ini. Sehingga BBM subsidi benar – benar disediakan untuk masyarakat menengah
kebawah.
Namun,
tepatkan kebijakan ini?
Menurut
Penulis, tentu tidak.
Kebijakan ini
menuntut konsumen untuk menggunakan smartphone
dalam membeli BBM subsidi. Padahal jika memang untuk masyarakat menengah
kebawah, mereka justru malah tidak punya smartphone
ini, dan bukannya smartphone malah
dimiliki kalangan berada?.
Jika begini,
tidak tepat sasaranlah akhirnya, dan orang – orang mampu yang pasti punya smartphone justru akan semakin leluasa
membeli BBM subsidi. Lantas bagaimana dengan kalangan Nelayan, yang setiap hari
bergantung pada BBM Solar. Untuk membeli solar setiap hari saja mereka perlu
perjuangan, akankah mereka juga perlu dobel perjuangan untuk membeli smartphone dulu hanya karena syarat
membeli solar?.
Penulis punya
gagasan, jika memang ingin mengontrol, mengapa tidak menggunkan NIK KTP saja,
dan aplikasi online hanya dimiliki oleh POM atau distributor saja. Simpelnya
begini, pelanggan masuk POM, sebutkan NIK, didata oleh POM, disebutkan, ‘untuk
NIK sekian kuota BBM subsidi hari ini sekian’, beli, bayar, pulang, selesai.
Tidak perlu smartphone.
NIK pastilah
unik, tidak mungkin dobel, kecuali memang database milik pemerintah yang kacau.
Nah, Penulis ingat, mengapa tidak menggunakan Kartu Sembako Murah yang pernah
digaungkan bertahun – tahun lalu saat kampanye. Kok menghilang begitu saja
program ini.
Dan lagi,
bukankah kita sudah tahu sejak dulu, jika di stasiun pompa BBM tidak
diperkenankan menggunakan HP, smartphone,
atau sejenisnya, bukankah malah berbahaya?. Sekarang, malah diwajibkan, keblinger.
--------------
Schrijver.
Copyright. ©.
2022. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.