Judgement Negatif Corona - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Judgement Negatif Corona



        Kasus perkembangan virus corona (Covid 19) di Indonesia mulai menunjukkan tren menurun. Sejumlah kota besar yang telah menerapkan kebijakan social distancing secara ketat mulai menuai hasilnya, penambahan jumlah kasus baru terkonfirmasi stgnan.
    Gambar 1 : Seorang Pasien yang dirawat dengan petugas ber APD lengkap. Ilustrasi. (Sumber ; https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/02/18/63d42bcf-bd7d-4428-bdfd-ff036f8017ff_169.jpeg?w=650)

        Namun yang tak dapat dicegah adalah penambahan ODP (Orang Dalam Pemantauan), karena setiap hari ada saja orang yang masih keluar masuk suatu wilayah meskipun sudah dibatasi. Memang menyandang status ODP tidaklah lama, hanya 14 hari semenjak kedatangan orang tersebut.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        Ada hal menyakitkan pasca merebaknya virus ini, yaitu judgement negatif. Tak dapat dipungkiri, kita pun sadar saat ini bila melihat orang lain bersin, batuk, ataupun pilek, langsung menghindari dan tidak seperti dahulu yang biasa saja.
        Khawatir jika orang tersebut sebagai carrier atau pembawa virus Covid19. Sehingga saat ini kewaspadaan jauh lebih besar ketimbang realita yang ada.
        Judgement negaitf ini sebenarnya hal yang buruk, karena tidak seharusnya kita berasumsi mengira – ngira seseorang adalah pembawa virus Covid19, padahal ia hanya flu biasa atau bersin karena debu. Hal ini akan membuat kita selalu berpikiran buruk terhadap seseorang terlebih jika orang tersebut sebelumnya kita kenal baik.
        Hal yang lebih buruk adalah jika seseorang yang kita kenal tersebut tiba – tiba meninggal dunia. Apa yang dipikirkan masyarakat umum saat ini?. Jika dahulu orang mudah berasumsi menInggal mendadak karena serangan jantung, maka saat ini virus Covid19 lah yang disalahkan pertama kali.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        “Apakah karena corona?”, begitu kabar santernya.
        Sakit flu dibilang Covid19,
        Asma dibilang Covid19,
        Batuk dibilang Covid19.
        Bahkan gatal – gatal pun diduga Covid19.
        Entah begitu mudahnya memberikan label penyakit ini, apakah terkena Covid19 itu aib?. Begitupun dengan seseorang yang menjadi Pasien Dalam Pengawasan (PDP), padahal hasil test nya belum keluar, namun label itu cenderung melekat pada si mayit.
        Penulis mengkhawatirkan jika judgement ini terus ada di masyarakat awam, akan membuat budaya ramah tamah ketimuran kita hilang. Semuanya berubah menjadi dugaan, rasa takut dan curiga, terlebih terhadap orang yang belum kita kenal sebelumnya.
       Selain itu, saat ini bagi seseorang yang tidak menggunakan masker di tempat umum, terkesan seperti penjahat yang berbahaya, perlakuan terhadapnya pun seperti sinis dan acuh. Sadar atau tidak, kebebasan masyarakat saat ini semakin tergerus, ketakutan yang diberitakan media seakan menjadi referensi paling A1.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        Padahal semakin kita diberitakan kabar menakutkan akan menjadi psikosomatis bagi diri kita sendiri.
        Semoga dampak pandemi ini tidak membuat kita lupa caranya bersosialisasi setelah sekian lama menjadi seseorang yang menutup diri.
        ------------------
        Schrijver.
        Copyright 2020. ©. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
        Subscribe.


    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad