Ragu yang Masih Membayangi Penyerangan Novel Setelah 3 Tahun
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah
tiga tahun kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Novel Baswedan,
berlalu. Namun, sejumlah pihak termasuk Novel masih menyimpan keraguan dari
penuntasan perkara ini.
Kepolisian
memang telah menangkap dua orang yang disebut pelaku dalam penyerangan
tersebut. Kedua pelaku ini, Ronny Bugis
dan Rahmat Kadir Mahulette, adalah
anggota polisi aktif.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Direktur
Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan kedua pelaku
yang ditangkap hanyalah eksekutor di lapangan. Menurut
dia, hal tersebut dilakukan untuk membatasi proses hukum agar tidak bisa
menjangkau dalang dari kasus tersebut. “Mirip
seperti dalam kasus pembunuhan terhadap Munir,” kata Usman dalam diskusi pada
Sabtu, 11 April 2020.
Usman
mengatakan dalam kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib,
pun pelaku yang dimunculkan hanya eksekutor di lapangan. Ia menuturkan aparat
penegak hukum belum mengungkap dalang di balik pembunuhan tersebut.
Pada
kasus Munir, kata Usman, pembunuhan seolah bisa direncanakan oleh satu orang.
Padahal, menurut dia, pembunuhan dalam penerbangan internasional seperti yang
terjadi kepada Munir, tidak mungkin dilakukan seorang diri. "Itu dari tim
pencari fakta ada oknum di Garuda (Garuda Indonesia), bahkan sampai di
persidangan majelis hakim mengatakan ada yang bekerja untuk operasi
intelijen," katanya.
Menurut
Usman hal ini juga terjadi di kasus penyiraman air keras kepada Novel
Baswedan. Ia menyebut pengakuan motif dendam
pribadi seolah-olah penyerangan ini tidak berhubungan dengan kasus korupsi yang
tengah ditangani Novel pada 2017.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Koalisi
masyarakat pun bolak-balik menyatakan keraguan pengusutan perkara ini. Salah
satu kejanggalan yang belum terungkap adalah siapa orang-orang yang
memata-matai rumah Novel beberapa hari sebelum penyiraman air keras itu
terjadi.
Novel diserang
dua orang tak dikenal pada 11 April 2017 lalu. Salah satu penyerang menyiramkan
air keras, yang mengenai mata Novel, saat penyidik kasus korupsi kartu tanda
penduduk elektronik itu pulang salat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya.
Dalam
diskusi yang disiarkan secara online, Novel mengatakan sudah mendapat laporan
dari beberapa tetangganya bahwa ada orang-orang mencurigakan yang mengawasi
tempat tinggalnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menurut
Novel, orang-orang ini ada yang sekedar duduk di sepeda motor bahkan ada yang
pura-pura senam. Selain itu, ada juga seorang pria yang berpura-pura
ingin membeli baju gamis di rumah Novel. Istri penyidik KPK ini memang membuka
usaha rumahan berjualan baju gamis. Tapi khusus perempuan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Belakangan
polisi menyebut orang-orang asing yang terlihat di rumah Novel sebagai informan
polisi. Namun, keterangan ini berubah. Polisi menyebut mereka sebagai mata
elang, istilah yang merujuk pada orang-orang yang bertugas sebagai penagih
utang di leasing.
Kemudian
ketika polisi menangkap Rony dan Rahmat, para tetangga melapor kepada Novel.
"Tetangga saya juga bilang, rasanya bukan itu pelakunya, pak. Lantas
bagaimana? Saya harus percaya siapa?" ucap Novel.
Sumber :
Reporter: Tempo.co
Editor: Syailendra Persada
----------------
Schrijver.
2020. ©. Yudha BJ
Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.