Ketegangan di Laut Natuna Utara
Oleh :
Schrijver
Kabar
mengenai masukknya kapal nelayan Tiongkok, yang dikawal oleh Kapal Coast
Guard Tiongkok (Penjaga Pantai. Red), mendadak memenuhi timeline
media. Bahkan video proses peringatan yang dilakukan oleh satuan Bakamla
Nasional (Badan Keamanan Laut Nasional) juga ikut meramaikan jagat portal video
online.
Dalam
video tersebut terlihat jika Bakamla melakukan peringatan pada Kapal Coast
Guard Tiongkok yang terpantau telah memasuki wilayah teritorial Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan dibalas dengan pernyataan jika mereka berada
pada kondisi aman, dan Tiongkok berdaulat penuh atas wilayah yang mereka lalui.
Gambar 1 : Wilayah ZEE di Natuna Utara (Sumber : https://pondokpancasila.files.wordpress.com/2017/08/natuna-utara.png?w=680) |
Sontak
pernyataan balasan inilah yang memicu ketegangan atar 2 negara yang dikabarkan
sedang ‘mesra’ ini. Karena seperti diketahui ZEE merupakan teritorial Indonesia
bersadarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS) tahun 1982,
dan uniknya Tiongkok juga merupakan negara yang hadir dan menyepakati
kesepakatan pada UNCLOS 1982.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Ramai
di jagat media sosial menanggapi atas ketegangan ini, ada yang berpendapat
untuk berperang ada juga yang berpendapat lebih baik diplomasi. Menteri
Pertahanan serta Menko Kemaritiman, Prabowo Subianto dan Luhut Binsar
Pandjaitan yang notabene merupakan pensiunan Jenderal TNI menanggapi santai
informasi yang beredar. Mereka berdua lebih mengedepankan diplomasi dalam kasus
penerobosan batas negara dan pencurian sumber daya ini.
Bahkan
karena sikap 2 Menteri yang cenderung ‘lembek’ ini, akhirnya ditanggapi negatif
oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi menyatakan
penerobosan batas dan pencurian sumberdaya adalah 2 hal yang berbeda, yang
harusnya tidak semua ditanggapi santai.
Pencurian
sumberdaya tidak bisa jika ditanggapi ‘biasa saja’ atas dasar negara sahabat.
Jika hanya penerobosan batas okelah bisa dimaafkan, namun jika pencurian
sumberdaya ini yang tak bisa dibiarkan. Sebagai contoh jika tetangga sebelah
rumah yang kita kenal baik, namun ia mencuri pun dapat dipidanakan.
Dalam
sebuah artikel yang Penulis baca, dikatakan jika Bakamla dan TNI sudah bersiaga
di perbatasan Laut Natuna Utara dan tinggal menunggu perintah untuk menyerang
jika diperlukan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Diketahui
belakangan, jika negara Tiongkok mengklaim Laut Natuna Utara atas dasar Eleven
Dash Line (Sebelas Garis Putus – Putus. Red) yang disinyalir adalah garis
perikanan laut tradisional Tiongkok. Sebelas garis putus – putus, yang kemudian
Tiongkok sepakat untuk menghapuskan 2 garis hingga menyisakan Nine Dash Line
pada UNCLOS 1982 menimbulkan pertanyaan.
“Apakah
Tiongkok berupaya melengkapi kembali Sebelas garis yang dahulu, karena saat ini
sadar akan potensi Laut Natuna Utara, baik potensi perikanan dan migas ?”.
Garis
Nine Dash Line yang di klaim Tiongkok, sebenarnya tidak diakui dalam Hukum
Laut Internasional, dan ini menunjukkan jika sebenarnya Indonesia berada dalam
posisi lebih kuat untuk beradu argumen, jika masalah ini sampai dibawa ke
mahkamah internasional.
Namun
berkaca dalam kasus Sipadan – Ligitan yang telah lalu, ternyata mahkamah
internasional juga mempertimbangkan ‘kehadiran’ negara dalam mepertimbangkan
putusan wilayah sengketa.
Sipadan –
Ligitan meskipun dalam teritorial masuk dalam wilayah Indonesia, namun
kehadiran fasilitas publik yang menyatakan ‘kehadiran negara’ di wilayah
tersebut sangat minim, bahkan sinyal operator telekomunikasi yang tertangkap
disana adalah milik operator Malaysia, ditambah lagi pemenuhan kebutuhan sehari
– hari yang lebih banyak disuplai dari Malaysia.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Untuk itu,
jika hanya berdasarkan pada hasil UNCLOS 1982, Indonesia tetap bisa kalah jika
memang tidak ada nelayan Indonesia atau negara yang memanfaatkan wilayah
tersebut secara langsung, karena menjadi indikasi jika Indonesia tidak peduli
dengan wilayah tersebut.
Dalam sebuah
artikel yang Penulis baca, nelayan wilayah Kabupaten Natuna pun jarang yang
mencari ikan di wilayah Laut Natuna Utara, karena mereka sering mendapat
tekanan dari nelayan asing yang menggunakan kapal lebih besar. Tekanan yang
didapat seperti ditabrak atau di cegat di tengah lautan.
Nelayan Natuna,
sebenarnya ingin mencari ikan di wilayah Laut Natuna Utara, asalkan mereka
mendapatkan kepastian keamanan yang jelas dari pemerintah Indonesia.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Pemerintah
juga sebenarnya telah mewacanakan dari beberapa tahun silam untuk membangun
sebuah pangkalan militer di wilayah Natuna Utara, namun hingga kini kabar
tersebut masih tetap menjadi wacana belaka, dan kemungkinan tersingkirkan
dengan ambisi pemindahan ibukota.
------------------
Penulis.
Schrijver.
Yudha BJ
Nugroho.
Copyright.
2020.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.