Saat ini, Lebih Baik Nederlands East Indie atau Indonesia ? - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Saat ini, Lebih Baik Nederlands East Indie atau Indonesia ?


    Oleh : Yudha BJ Nugroho
         Masa kelam Indonesia tercatat dalam buku – buku sejarah pendidikan kita adalah Masa Penjajahan Belanda. Selama 350 tahun Indonesia dalam cengkeraman kolonialisme asing. Ditambah lagi selama 4 tahun sebelum masa kemerdekaan, Jepang dan Sekutu juga menduduki Nusantara.
    Gambar 1 : Citra kekaisaran Belanda yang mewakili Hindia Belanda (1916). Teks itu berbunyi "Permata kita yang paling berharga" (Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f8/1916_Dutch_East_Indies_-_Art.jpg/220px-1916_Dutch_East_Indies_-_Art.jpg)

         Sebenarnya sejarah yang kita pelajari sejak Sekolah Dasar (SD) itu salah, karena Indonesia sebenarnya tidak pernah dijajah. Belanda dahulu menduduki daerah – daerah di Nusantara yang telah dipimpin oleh kerajaan – kerajaan lokal dan masing – masing mempunyai pemimpin serta kedaulatannya sendiri.
         Indonesia jelas belum lahir, belum ada negara bernama Indonesia sebelum 17 Agustus 1945, sehingga salah jika dikatakan ‘Indonesia dijajah selama 350 tahun’,negaranya saja belum ada.
         Nah, saat Belanda memutuskan untuk membangun sebuah negara koloni yang memiliki wilayah di hampir seluruh Nusantara bernama Nederlands East Indie (Hindia Belanda Timur), maka negara koloni ini resmi berdiri dan diakui kedaulatannya oleh dunia saat itu. Negara koloni ini dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal sebagai wakil dari Raja atau Ratu Belanda dan menjadikan para pemimpin Kerajaan Lokal sebagai pemimpin daerah yang berkewajiban melapor kepada Gubernur Jenderal.
         Kerajaan Belanda membangun Imperium besar, disamping Nederlands East Indie adapula Nederlands West Indie (Hindia Belanda Barat) yang berdiri di wilayah Negara Suriname saat ini. Keberadaan negara koloni ini sangat menopang perekonomian Kerajaan Belanda di Eropa, begitupun saat Kerajaan Belanda dibawah aneksasi Perancis.
         Sekarang jika ada pertanyaan, apakah Indonesia saat ini lebih baik, dibandingkan saat masa Koloni Nederlands East Indie ?
         Cita – cita pendiri negeri ini adalah menjadikan bangsa pribumi, asli Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Seperti diketahui, pada masa Kolonial, Pemerintah Hindia Belanda membagi kependudukan dalam 3 status, Eropa, Timur Asing, dan Pribumi.
         Bangsa pribumi sebagai warga asli, ditempatkan pada status ke-3, ini juga yang menjadikan bangsa kita kebanyakan menjadi pekerja, bawahan, atau malah jongos (sebutan bagi pembantu di Zaman Kolonial). Mungkin bagi penduduk pribumi yang berasal dari kalangan bangsawan merasakan kehidupan yang lebih baik.
         Kebangsawanan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan feodalisme yang juga masing mengakar kuat dimasa itu. Sebenarnya tuntutan kemerdekaan itu kebanyakan karena perasaan ‘iri’ dari bangsa pribumi yang merasa tuan rumah, namun mendapatkan kehidupan yang tidak lebih baik.
         Buku – buku sejarah yang diajarkan sejak SD, selalu menempatkan dan menceritakan bahwa ‘Penjajah Belanda’ selalu bertindak kejam, jahat, dan menindas supaya menimbulkan perasaan benci dan menumbuhkan nasionalisme. Padahal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda justru membangun pemerintahan negara sebagaimana mestinya, pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang ditumbuhkan sesuai kebutuhan masyarakatnya.
         Memerintah suatu negara selalu ada saja kelompok yang ‘Oposisi’, dan ini adalah kelompok pribumi yang merasa ‘iri’ tadi. Pemerintah Kolonial selalu mendapati rongrongan dan pemberontakan dari kalangan oposisi ini, namun justru dibuku sejarah kita, pemberontakan ini disebut ‘perjuangan kemerdekaan’.
         Sebenarnya ini hanya masalah cara pandang saja, antara memberontak atau memperjuangkan, namun pendidikan di negeri ini selalu mengaburkan atau menolak pemikiran cara pandang berbeda ini.
         Hal ini sama saja seandainya dahulu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), memenangi perang terhadap TNI, dan menjadikan Aceh sebagai negara merdeka, GAM pasti menjadi ‘pahlawan perjuangan kemerdekaan’ bagi Aceh, namun didalam sejarah TNI, GAM adalah ‘pemberontak negara Indonesia’, Nah, sama kan ?. Contoh lain adalah Timor Leste, dalam buku sejarah Timor Leste, Indonesia di kategorikan sebagai negara penjajah, dan Xanana Gusmao adalah Pahlawan Nasional, namun dalam catatan sejarah Indonesia, Xanana Gusmao adalah termasuk Pemberontak Fretellin yang telah merongrong cita - cita persatuan Indonesia. Namun apakah Indonesia rela dicap sebagai penjajah? tentu tidak, Indonesia tetap menganggap kehadirannya di Timor Timur masa lalu adalah upaya pembangunan. 
         Padahal pembangunan di masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, masih bisa kita saksikan sampai saat ini, coba lihat berapa banyak bangunan dari Zaman Kolonial ini yang masih bertahan hingga saat ini, bandingkan dengan bangunan yang dibangun setelah masa kemerdekaan, sebentar saja ‘renovasi’ hancur, anggaran membengkak karena perbaikan terus – menerus.
         Pemerintah Kolonial membangun dengan memperhatikan keseriusan, dan berharap bangunan ini aman dan tetap berdiri hingga puluhan bahkan ratusan tahun. Bendungan PLTA, Puluhan Pabrik Gula, Kantor Pemerintahan, Ratusan Kilometer Jalur Rel Kereta Api Jawa – Sumatera, adalah sebagian kecil dari bangunan peninggalan Pemerintah Kolonial yang masih bertahan hingga kini.
         Apalagi semenjak era penerapan Politik Etis di Hindia Belanda, Pemerintah Kolonial lebih memerhatikan penduduk pribumi, memberikan pendidikan meskipun sekolahnya tetap dibedakan berdasarkan status kependudukan, kesehatan dengan menyekolahkan ratusan Mantri untuk masuk ke pelosok – pelosok desa, juga beasiswa untuk sekolah hingga ke Negeri Belanda, yang kita ketahui, penerima beasiswa tersebut kebanyakan diisi pendiri negeri ini.
         Menurut penulis, kesalahan Pemerintah Kolonial adalah terlalu membebaskan penerima beasiswa di Negeri Belanda untuk ‘bersuara’ di forum Internasional, tentang kesenjangan yang terjadi di Negara Hindia Belanda.
         Kembali ke rasa ‘iri’ tadi, topik kesenjangan selalu menjadi sorotan bagi mereka. Mereka yang bersuara dan bersekolah di Negeri Belanda ini, ketika kembali ke Hindia Belanda, semakin lantang meneriakkan ‘Kemerdekaan’. Dan selalu menjual kata ‘Merdeka’ lebih baik, karena bangsa pribumi memerintah bangsa pribumi sendiri.

    Hingga akhirnya kemerdekaan bagi Bangsa Pribumi terwujud, dan sudah berumur 74 tahun (tahun 2019 saat ini), apakah ‘Jualan’ kemerdekaan adalah lebih baik, sudah dirasakan saat ini?
    Entah benar atau tidaknya, ‘Jualan’ kemerdekaan itu gagal. Penulis berpendapat, sampai saat ini tetap saja yang merasakan hidup lebih baik adalah yang ‘duduk diatas’ dan mengisi posisi ‘Kalangan Pemerintah Kolonial’ yang sudah ditinggalkan oleh mereka.
    Rasa iri itulah yang mendorong mereka merebut kuasa, padahal apakah lebih baik era pemerintahan saat ini dibandingkan Pemerintah Kolonial ?.
    Pembangunan ya biasa saja, kesehatan, atau kesejahteraan, semuanya biasa saja, coba dipikirkan, seandainya Pemerintah Kolonial memerintah hingga saat ini, pasti juga mereka menerbitkan BPJS, Jaminan Sosial, atau apapun program pemerintah saat ini, yang jelas hanya menunggu waktu dan masanya.

    Apalagi ditambah dengan masa kini istilah, ‘yang kaya, semakin kaya, cukup mendominasi jika berkaca pada konglomerasi ‘diatas’. Rebutan kekuasaan, korupsi, dan masih banyak lagi ‘Drama’ politik yang kacau di Negeri yang katanya ‘MERDEKA’ ini.
    -------------------
    Penulis.
    Yudha BJ Nugroho.
    Copyright 2019.

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad