Iuran BPJS Naik, Tepatkah Alasan untuk Tutupi Defisit ? - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Iuran BPJS Naik, Tepatkah Alasan untuk Tutupi Defisit ?

    Oleh : Yudha BJ Nugroho
         Kabar naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk semua kelas nampaknya bukan kabar burung semata. Tiga kelas BPJS, semuanya menaikkan tarif iuran 100 %. Hal ini mengundang banyak reaksi dari berbagai kalangan. Apalagi pengguna kelas tiga yang banyak diisi oleh masyarakat menengah kebawah.
         Iuran yang naik 100% ini dirasa sangat memberatkan. Apalagi pemerintah mewacanakan untuk menagih door to door bagi pelanggan yang menunggak.
    Gambar 1 : Pelayanan BPJS Kesehatan (Sumber: https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/m2GihIYNvu8QbnfN4Teyn9VcR5E=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2895360/original/027664700_1566990857-20190828-Iuran-BPJS-Kesehatan-Naik4.jpg)

         Bagi pelanggan BPJS yang didata sebagai anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI), mungkin sedikit bernafas lega, begitu pula bagi pelanggan yang terdaftar sebagai Penerima Upah.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Pelanggan BPJS Kesehatan Mandirilah yang akan merasakan dampak secara langsung, karena mereka terdaftar untuk iuran keanggotaan secara sukarela.
         Jika ditelisik secara historis, BPJS Kesehatan ini merupakan kelanjutan dari asuransi yang pernah eksis dimasa Orde Baru dan awal reformasi yaitu Asuransi Kesehatan (ASKES). ASKES ini keanggotaannya diisi oleh para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan status wajib, sehingga manfaat yang diterima hanya dirasakan oleh PNS saja, bukan masyarakat umum.
         Nah, dimasa 5 tahun terakhir inilah ASKES diupayakan untuk dapat diisi pula keanggotaannya oleh masyarakat umum, sehingga manfaatnya dapat dirasakan lebih luas. Banyak skema untuk menarik pelanggan baru ini, jika pelanggan penerima upah, hanya tinggal menambahkan dari administrasi kantor tempat bekerja saja.
         Untuk masyarakat biasa ada skema keanggotaan mandiri dan keanggotaan bantuan Pemerintah Daerah (Pemda) bagi masyarakat kurang mampu. Sebenarnya keanggotaan mandiri inilah yang agak sulit bagi masyarakat untuk mendaftar secara sukarela, karena mereka merasa enggan membayar jika dalam kondisi sehat.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Seiring berjalannya waktu, pemerintah pun gencar melakukan propaganda melalui berbagai media, untuk menarik pendaftar baru dari kenggotaan mandiri, dengan menjelaskan berbagai kemudahan yang didapat jika menjadi pelanggan BPJS Kesehatan.
         Namun entah mengapa setelah saat ini pendaftar peserta BPJS Kesehatan Mandiri sudah merasa perlu untuk menjadi anggota, apalagi kebanyakan diisi oleh peserta kelas tiga dengan ekonomi menengah kebawah, pemerintah malah berencana untuk menaikkan jumlah nominal iuran wajibnya di semua kelas.
         Inilah yang membuat pelanggan BPJS Kesehatan kelas tiga ini dilema, apakah mampu untuk membayar iuran, ditengah himpitan ekonomi keluarga yang juga sulit. Jika melepas keanngotaanpun tidak bisa, karena status keanggotaan BPJS Mandiri ini menjadi sangat mengikat. Bahkan jika menunggak, Pemerintah saat ini tengah menyiapkan aturan yang secara otomatis bisa memberi sanksi berupa penundaan atau sedikit dipersulit ketika membutuhkan pelayanan publik, seperti perpanjangan SIM, pembuatan Paspor, dan pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
         Pemerintah berdalih menaikkan iuran BPJS ini karena anggaran BPJS Kesehatan yang defisit. Sebenarnya alasan ini kurang bisa diterima jika defisitnya anggaran justru pelanggan yang dibebankan, sementara kewajiban negara adalah memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat secara keseluruhan.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini juga tidak masuk akal ditengah rencana pemerintah pusat memindahkan ibukota dengan anggaran triliyunan rupiah. Mengapa pemerintah begitu getol memindahkan ibukota sementara masih banyak PR (Pe – eR) yang lebih prioritas. Bukankah akan lebih baik jika anggaran triliyunan rupiah itu digunakan untuk menutupi kas BPJS Kesehatan yang ‘katanya’ defisit ?.
         Menurut penulis, jika ditanya mengapa BPJS Kesehatan ‘katanya’ defisit ini ada dua analisa.
         Pertama, karena database awal BPJS Kesehatan ini dari awal sudah bobrok. Pemerintah tentu menganggarkan dana iuran berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, dan jumlah peserta yang tertanggung. Nah jika dari awal saja antara peserta yang terdaftar jumlahnya lebih sedikit dari jumlah peserta yang tertanggung, tentulah dana pasti defisit. Besar pengeluaran daripada pendapatan.
         Kedua, karena iuran maksimal BPJS Kesehatan tidak sinkron dengan fasilitas kesehatan yang tersedia. BPJS Kesehatan hanya menyediakan tiga kelas iuran rawat, sementara fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit (RS) menyediakan kelas rawat hingga VIP, bahkan VVIP.
         Dibeberapa RS yang saya ketahui, naik kelas rawat ini dapat dilakukan di RS, misalnya, seorang pasien terdaftar di kelas 1, sementara di RS yang dituju, kelas 1 sudah penuh, hanya tersedia sisa VIP, tentulah seorang pasien tersebut dirawat di kelas VIP.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Memang ada beberapa persyaratan dalam naik kelas ini di RS, tapi mengapa BPJS Kesehatan tidak sekalian buka kelas baru tambahan, Kelas VIP atau VVIP. Tentu ada masyarakat Indonesia yang mampu bayar, seperti kalangan pejabat negara, public figure yang penghasilannya ratusan juta, dan masih banyak lagi.
         Daripada menaikkan iuran bagi pengguna BPJS kelas menengah kebawah, bukankah lebih baik membuka kelas baru, dengan iuran yang lebih tinggi, dan menyasar pada kalangan menengah keatas.
         Semboyan ‘Dengan Gotong – Royong semua Tertolong’, seakan suatu saat tidak berlaku, karena yang ikut ‘Gotong Royong Belum Tentu Tertolong’

    --Yudha BJ Nugroho--Ikuti untuk postingan terbaru Subscribe
        

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad