Rasisme yang Menyakitkan - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Rasisme yang Menyakitkan


    Oleh : Yudha BJ Nugroho
         Belakangan ini pemberitaan mengenai kasus kerusuhan yang terjadi di wilayah Papua, menjadi trending topik di jagat media elektronik, media cetak, dan media sosial. Kerusuhan ini seakan menjadi catatan buruk bagi kedamaian negeri akhir – akhir ini.
         Isu rasisme menjadi penyulut utama dari kerusuhan di Papua. Berawal dari terlihatnya bendera merah putih diselokan, di depan asrama mahasiswa Papua di salah satu kota di Jawa, mengakibatkan gejolak pengepungan asrama tersebut.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Dengan tuduhan bahwa pihak asramalah yang melakukan perbuatan merusak lambang negara, seluruh penghuni asrama mahasiswa Papua mendapatkan cacian dan hinaan yang tidak pantas.
    Gambar 1 : Demonstrasi Warga Papua (Sumber : https://media.suara.com/pictures/original/2019/08/28/60234-mahasiswa-papua.jpg)

         Berita ini lah yang menyulut kemarahan segenap penduduk Papua dimanapun berada, terlebih di Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat. Hingga gelombang kerusuhan silih berganti di dua provinsi tersebut.
         Mulai dari pembakaran kantor – kantor pemerintahan, penjarahan, hingga pengerusakan di seluruh isi kota. Diantara kerusuhan tersebut mengemukalah tuntutan kemerdekaan bagi warga Papua Barat.
         Rasisme bagi suatu wilayah negara yang terdiri atas banyak suku dan komunitas adalah suatu hal yang sensitif. Terlebih suku tersebut dipandang ‘terpinggirkan’ dari suku lainnya di negara itu.
         Cap buruk hingga pandangan miring membuat ras atau suku yang di maksud merasa tidak dihargai oleh komunitas, dan suku lainya di dalam negara tersebut. Wajar saja jika mereka memilih keluar dan membentuk negara sendiri yang diisi oleh suku mereka sendiri, sehingg terhindar dari masalah rasisme lagi.
         Sebenarnya kasus rasisme ini sudah ada sejak dahulu kala, isu ini muncul saat Kolonialisme dari negara – negara Eropa menduduki negara ‘berkulit coklat’ di seluruh belahan dunia.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Politik Aphartheid, adalah salah satu yang paling terkenal di dunia untuk masalah rasisme. Politik ini di gunakan oleh kolonialisme orang ‘Kulit Putih’ Eropa di Negara Afrika Selatan. Mereka sampai membuat batasan bagi seluruh wilayah kehidupan warga berkulit putih dan penduduk pribumi yang berkulit lebih gelap.
         Politik Aphartheid inilah yang mengundang reaksi dunia, atas dasar ‘kesetaraan’, terlebih semenjak politik ini di gulirkan, tak lama kemudian Afrika Selatan memperoleh kemerdekaannya.
         Tuntutan kemerdekaan masyarakat Papua ini lah yang dikhawatirkan terjadi seperti di Afrika Selatan, dengan tuduhan Indonesia mencaplok Papua secara paksa, seperti kolonialiasi pada masa dahulu. Ditambah lagi kesejahteraan masyarakat disana, seperti njomplang dibandingkan daerah lain di Indonesia, padahal bisa dibilang mereka ‘tidur diatas ladang Emas’, daerah yang sangat kaya raya.
         Bila kesetaraan dan pembangunan dirasakan oleh semua kelompok dan suku di Indonesia secara seimbang, tidak ada kerusuhan atas nama suku, terlebih agama maupun golongan lainnya. Bila selama ini hanya Jawa yang diperhatikan pembangunannya, padahal sumberdaya alam lebih banyak diambil dari luar Jawa, apakah salah jika suku lain di Indonesia merasa dijajah oleh Jawa?

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

         Tidak !!, mereka tidak salah.
         Perlu juga menjadi catatan bagi pemerintah Indonesia di masa depan, bukan tidak mungkin daerah lain di Indonesia menuntut merdeka jika selama ini rasa ‘kesetaraan’ ini belum dirasakan masyarakat banyak.
         Masyarakat justru dipertontonkan buruknya pemerintahan, kasus korupsi, penggelapan dana APBN, kenaikan iuran BPJS, kenaikan Tarif Dasar Listrik, dan lainnya yang sungguh sangat kompleks.
         Masyarakat itu hanya butuh merasa nyaman, itu saja.
    Yudha BJ Nugroho - Ikuti Untuk Info Terbaru Subscribe

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad