Laporan 4 PEHDAS >> ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH DAN TOPOGRAFI - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Laporan 4 PEHDAS >> ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH DAN TOPOGRAFI

    ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH DAN TOPOGRAFI

    Kelompok 6 :
    1. Muh. Agil Hanafie      (E14110035)
    2. Nurul Fadhilah            (E14110055)
    3. Risma Prameswari K   (E14110076)
    4. M. Iqbal Firdaus         (E14110086)
    5. Dita Amari MS           (E14110110)
    6. Yudha Bayu J             (E14110116)


    Dosen :
    Dr. Ir. Hendrayanto M.Agr
    Asisten :
    Endrawati , S.Hut
    Khabibi Nurrofi , S.Hut
    Kurnia Andayani , S.Hut
    Bayu Pradana              (E14080059)
    Cecilya Budiaman       (E14090021)
    Agung Kriswiyanto    (E14090027)
    Mawardah Nur H.       (E14100039)
    Wulandari M.              (E14100047)
    Dimas Alfred              (E14100069)

    Laboratorium Hidrologi Hutan dan Pengelolaan DAS
    Departemen Manajemen Hutan
    Fakultas Kehutanan
    Institut Pertanian Bogor
    2014


    PENDAHULUAN
    Latar Belakang
    Pengelolaan DAS merupakan usaha manusia untuk mengatur hubungannya dengan sumberdaya di dalam DAS sehingga dapat tercipta kelestarian. Penilaian keberhasilan pengelolaan DAS dapat diketahui dengan melakukan pengukuran morfometri DAS yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan iklim (curah hujan) dari DAS itu sendiri. Salah satu keadaan morfometri yang dapat diketahui yaitu topografi. Topografi identik dengan kelas lereng. Adapun pembagian kelas lereng menjadi 5 kelas lereng, yaitu datar, landau, agak curam, curam dan sangat curam.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Pengukuran curah hujan dan topografi (kelas lereng) dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SIG. SIG merupakan sistem informasi yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan data mengenai kondisi fisik dan iklim DAS. Salah satu jenis software yang digunakan dalam mengolah data morfometri DAS adalah ArcGIS, dengan ArcGIS dapat diketahui kelas lereng dari suatu DAS tanpa harus mencarinya satu-satu. Oleh karena itu, diperlukannya pemahaman ArcGIS dalam mengetahui kelas lereng dan menentukan curah hujan ,menjadi sangat penting

    Tujuan

    Tujuan Praktikum Analisis Curah Hujan dan Topografi adalah:
    1.      Mengetahui cara analisis topografi dalam menentukan kelerengan sub das kali Madiun
    2.      Mengetahui teknik interpolasi dalam menentukan curah hujan wilayah pada DAS (Polygon thiessen, IDW, Spline, Krigging, dan Neighbour).







    METODOLOGI

    Waktu dan tempat :
    Praktikum Analisis Curah Hujan Wlayah dan topografi cdilaksanakan di Ruang audit 201, pada hari Kamis Pukul 09.00 WIB
    Alat dan bahan
    Alat yang digunakan ialah perangkat keras berupa laptop dan perangkat lunak berupa Arcgis 10.1
    Bahan yang digunakan ialah data Digital Elevation Model DAS Solo, data vector batas subdas kalimadiun berupa shp file, dan data titik-titik pos hujan.
    Metode Kerja
    1. Setting koordinat ArcGIS
    -          Buka software ArcGis 10.1
    -          Ubah koordinat secara umum dengan klik kanan layer – properties – coordinate system – projected coordinat system – UTM – WGS1984 – Southern Hemisphere – WGS 1984 UTM Zone 49 – OK.









    1. Input Data
    -          Add Data Hasil Masking Subdas kalimadiun pada DAS Solo.


         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    1. Slope
    -          Menghitung kemiringan atau slope dengan cara: ArcTool Box – 3D Analyst Tool – Raster Surface – Slope.
         





    Buat seperti dibawah ini, dengan output folder tetap di C:\user\documents\ArcGIS\default.gdb karena permasalahan license yang belum ter crack dengan optimal
    -          Hasilnya akan seperti ini
    1. Klasifikasi kemiringan
    -          Untuk Mengklasifikasi slope atau kemiringan, digunakan tool pada ArcToolbox – 3D Analyst Tool – Raster Reclass - Reclasify
    -          Selanjutnya buat seperti dibawah ini dan pilih Classify
    Output rasternya namakan : classify_subdas


    -          Ubah Classes menjadi 5, dan Break Values menjadi 8, 15,25,40 dan klik OK. Seterlah itu OK lagi pada menu Reclasify sebelumnya.

    -          Hasilnya akan seperti dibawah ini





    1. Konversi Raster ke Polygon
    -         Conversion: dengan cara menggunakan Arctoolbox – Conversion Tools – From Raster – Raster to Polygon.





    -          Raster to Polygon diisi seperti dibawah ini:
    Input raster : classify_subdas
    Output raster : polygon_subdas
    -          Hasilnya akan seperti dibawah ini:
    Add informasi pada attribute file untuk kelas kemiringan
    -          Selanjutnya open attribute file – dan klik option  - Add Field dan Name diisi Kelas, Type : Text
    -          Pilih Select by Attribute pada Option atau pada icon
    Klik 2x grid_code, kemudian “=” pada kolom dibawah dan “Get Unique value” untuk mendapat nilai-nilainya dan klik 2x angka 1 untuk menselect kelas 1 pada kemiringan tersebut. Apply dan tidak perlu diclose untuk melakukan select attribute pada kelas 2, 3, 4 dan 5.


         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Hasilnya akan seperti ini Setelah diSort Ascending, untuk sort secara ascending diklik kanan grid code dan pilih sort ascending.




    -          Klik kanan pada Kolom kelas, dan Klik Field Calculator.
    -          Ketik “0-8%” (tanda kutip dua ini menunjukkan bahwa nilai yang akan dihasilkan berupa karakter alphabet. Dan klik OK.
    -          Selanjutnya lakukan hal yang sama untuk kelas 2 dengan select by attribute ialah “grid_code = 2 namun yang diganti ialah pada field calculator dengan “8-15%”.
    -          Untuk kelas 3 “15-25%”, kelas 4: “25-40%” dan kelas 5: “>40%”.
    -          Clear Selection pada option – Clear Selection atau pada icon

    1. Dissolve
    -          Dissolve dengan cara ArcToolbox – Data Management Tool - Generalization – Dissolve





    -          Lakukan seperti dibawah ini dan klik OK.
    Hasil Dissolve berupa table yang akan di export ke file dbf agar dapat dibuka pada Microsoft office excel.
    Polygon Theissen
    -          Add Data batas_subdaskalimadiun_utm dan Pos_hujan_utm.
    Maka akan seperti ini:
    -          Membuat Polygon Theissen dengan cara: ArcToolbox – Analysis Tool – Create Theissen Polygons.
    -          Lakukan seperti dibawah ini, dan klik environments Setting.






    -          Pada Environtments Setting menu. klik Processing Extent dan Extent diisi dengan Same as layer batas_kalimadiun_utm dan klik OK.


         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    -          Hasilnya akan seperti ini:
    -          Clip hasil diatas agar membentuk subdas kalimadiun dengan cara mengclipkan dengan batas_subdaskalimadiun_utm
    -          ArcToolbox – Analysis Tools – Extract – clip



    -          Lakukan seperti dibawah ini, dan klik OK.
    IDW Krigging Natural Neighbor Spline
    -          IDW dapat dilakukan dengan ArcToolbox – 3D Analyst Tools – Raster Interpolation – IDW
    -          Lakukan Seperti dibawah ini dan Klik Environtment Setting dan lakukan seperti membuat polygon Theissen


















    -          Karena output file berupa raster maka untuk clip, menggunakan tool pada spatial analyst tool dengan cara ArcToolbox – Spatial Analyst Tool -Extraction – Extract by Mask.
    -          Lakukan seperti dibawah ini dan klik OK:






    Hasilnya akan seperti ini:


         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    -          Untuk interpolasi Krigging, Natural Neighbor, dan Spline lakukan hal yang sama pada menu ArcToolbox Krigging, Natural Neighbor, dan Spline dengan langkah yang sama seperti IDW sampai dengan tahap Extract by Mask dan menuju Raster Interpolation selanjutnya.






    TINJAUAN PUSTAKA

    Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan horizontal.Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir (Anonim 2013)
    Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbentuk peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan interpolasi seperti natural neighbor, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging (Pramono 2008).
    Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel (Pramono 2008).
    Metode kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada kedekatannya terhadap lokasi tersampel. Pada semua metode analisis data non spatial (cross­sectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier). Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier) (Pramono 2008).

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">


    Metode Spline adalah metoda interpolasi yang biasa digunakan untuk mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Metoda Spline kurang bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang sangat dekat (Pramono 2008).
    Metoda Nearest Neighbor Interpolation adalah metode paling sederhana dan pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Sebagian besar perangkat lunak untuk melihat dan mengedit gambar menggunakan interpolasi jenis ini untuk memperbesar gambar digital untuk keperluan pemeriksaan lebih dekat karena tidak mengubah informasi warna dari gambar dan tidak memperlihatkan anti-aliasing dan tidak cocok untuk memperbesar gambar foto karena meningkatkan visibilitas jaggies (Pramono 2008).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambar 1. Subdas_Solo
    Gambar 2. Solo_UTM

    Gambar 3. Slope
    Gambar 4. Kelas_lereng
    Gambar 5. Kelerengan

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">



    Gambar 6. Kelerengan_Dissolve
    Gambar 7. Thiessen_Clip
    Gambar 8. Extract_IDW1



    Gambar 9. Extract_krig1
    Gambar 10. Extract_spli1
    Gambar 11. Natural_n
    Tabel 1. Contoh Kelas Lereng 1

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    Tabel 2. Contoh Kelas Lereng 2

    Tabel 3. Contoh Kelas Lereng
    Tabel 4. Contoh Kelas Lereng 4


    Tabel 5. Contoh Kelas Lereng 5
    Tabel 6. Kelerengan
    Kelas Lereng
    Selang
    Luas  (Ha)
    1
    0 - 8 %
    21704007.87
    2
    8 - 15 %
    4398404.31
    3
    15 - 25 %
    3111427.67
    4
    25 - 40 %
    2764354.55
    5
    > 40 %
    1902209.49
    Total
     -
    33880403.89

    Tabel 7. CH Rata – rata daerah
    Poligon ke
    Luas Ha
    Luas Km2
    CH Rata - rata (pos)(mm/tahun)
    CH rata - rata daerah (mm/tahun)
    0
    0.04
    0.0004
    2004
    2292.5
    1
    0.03
    0.0003
    2425

    2
    0.03
    0.0003
    1670

    3
    0.08
    0.0008
    2999

    4
    0.05
    0.0005
    1773

    5
    0.07
    0.0007
    2231

    Total
    0.30
    0.003
    13102



         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">


    Pembahasan
                Menurut Elias (2012), kelas lereng dibagi menjadi 5 klas yaitu, (1) 0 – 8 % Datar, (2) 8 – 15 % Landai, (3) 15 – 25 % Agak Curam, (4) 25 – 45 % Curam, dan (5) ≥ 45 % Sangat curam. Pada praktikum ini, dilakukan pembagian klas lereng dengan pembagian 5 klas. Namun ada perbedaan pada klas lereng 4 dan 5. Pada literature disebutkan pada kelas kelerengan 4, selang kelerengan 25 – 45 %, dan klas kelerengan 5 ≥ 45 %, sedangkan pada praktikum dilakukan pembagian klas 4 selang 25 – 40 % dan klas 5 ≥ 40 %. Hal ini kemungkinan besar merupakan kealpaan praktikan terhadap literature yang ada sehingga pembuatan klas lereng menjadi salah persepsi.
                Untuk  menghasilkan  peta  tematik  curah  hujan,  data  curah  hujan  pada  lokasi-lokasi pengamatan  perlu  melalui  proses  interpolasi  spasial.  Interpolasi  spasial  merupakan  suatu metode  yang  dapat  digunakan  untuk  menduga informasi  pada  suatu  daerah  dengan lokasi yang  telah  ditetapkan  berdasarkan  informasi  yang  terkandung  pada  daerah  lain. Ada beberapa metode yang digunakan pada proses interpolasi diantaranya, IDW (Inverse Distance Weighting), Spline, Krigging, dan
                Pada interpolasi IDW terlihat  model  ini  mengasumsikan  bahwa  titik  yang  nilainya  diduga  akan dipengaruhi nilainya oleh titik lain yang berdekatan secara spasial. Sebagai contoh, bila kita berada pada lereng bawah suatu bukit, maka titik disekitar kita akan relatif sama tingginya dengan  titik  dimana  kita  berada,  dibandingkan  dengan  titik  lain  yang  berada  lebih  jauh (misalnya titik pada lereng tengah).Interpolasi linier mengasumsikan bahwa permukaan statistikal berubah dari suatu lokasi ke lokasi lain yang berdekatan secara linier. Pada kenyataan di alam, seringkali hal ini kurang sesuai dengan kondisi sebenarnya. Untuk menghilangkan asumsi linieritas yang digunakan, maka  dibangun  pendekatan  baru  yang  mengasumsikan  permukaan  statistikal  yang  tidak linier (Trisasongko et al 2008).
                Pada interpolasi Spline, Algorima  spline  merupakan  varian  lain  dari  pendekatan  deterministik  dalam  interpolasi. Spline  sendiri  sebenarnya  tidak  hanya  digunakan  untuk  interpolasi,  tetapi  juga  untuk berbagai keperluan seperti koreksi geometri pada analisis citra penginderaan jauh. Algoritma spline  sendiri  dibangun  dari  ide  dasar  penggunaan  penggaris  lentur  oleh  penggambar denah/peta (draughtsmen) (Trisasongko et al 2008).
                Selanjutnya penggunaan interpolasi dengan metode kriging. Kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum dan/atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada kedekatannya terhadap lokasi tersampel. Pada penerapannya, kriging dibawah asumsi kestasioneran dalam rata­rata (μ) dan varians (σ2), sehingga jika asumsi kestasioneran tersebut dilanggar maka kriging menghasilkan nilai prediksi yang kurang presisif. (Anonim 2012).

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

                Dalam  penentuan  skor  curah  hujan,  BBSDLP  (2009)  membagi  menjadi lima kelas, semakin besar curah hujan yang turun maka semakin tinggi skor curah hujan  tersebut  seperti  tercantum  pada  Tabel  3.
    Tabel 3. Klasifikasi Curah Hujan
    No
    Curah Hujan (mm/tahun)
    Klasifikasi Curah Hujan
    1
    2
    3
    4
    5
    ≥ 4000
    3001 – 4000
    2001 – 3000
    1001 – 2000
    < 1000
    Sangat basah
    Basah
    Sedang
    Kering
    Sangat Kering

    Sumber : BBSDLP (2009)



    Sesuai dengan literature dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) (2009), terlihat bahwa daerah subDAS Kali Madiun, DAS Solo mempunyai klasifikasi curah hujan sedang dengan hasil perhitungan 2292.5 mm/tahun.
    KESIMPULAN.
    Dari praktikum yang telah di lakukan dapat di simpulkan bahwa kelerengan dibagi menjadi 5 kelas, dan tingkat kelerengan (0-8%) memiliki luas areal yang paling luas dibandingkan kelas kelerengan yang lain, yaitu 21704007.87 ha, kemudian curah hujan tertinggi terjadi pada pos ke 2 yaitu sebesar  2999 mm/tahun, dan curah hujan rata-ratanya 2925,5 mm, sehingga sub DAS Kali Madiun memiliki curah hujan sedang.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">


    DAFTAR PUSTAKA
    Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2009. Identifikasi dan Karakterisasi Lahan Rawan longsor dan Rawan Erosi di Dataran Tinggi untuk Mendukung Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian. Laporan  Tengah  Tahun,  DIPA  2009.  Bogor:  Balai  Besar  Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
    Trisasongko BH, Panuju DR, Harimurti, Ramly AF, Subroto H. 2008. Kajian Spasial Kesetimbangan Air pada Skala DAS (Studi Kasus DAS Bengawan Solo Hulu). Jakarta : Kementerian Negara Lingkungan Hidup
    Anonim. 2012. Pengertian dan Model Kriging. [Online]. [Terhubung berkala]. http://zaihooiz.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-model-kriging.html. 13 Maret 2014.
     Anonim.2013. Pengertian Curah Hujan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19244/4/Chapter%20II.pdf//. Diakses (14 Maret 2014)
    Pramono, G. H., 2008, Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros Sulawesi Selatan, Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 145-158.


    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad