Laporan 1 PEHDAS >> PENGUKURAN MORFOMETRI DAS : PENENTUAN ORDO SUNGAI
PENGUKURAN MORFOMETRI DAS : PENENTUAN ORDO SUNGAI
Kelompok 6 :
1. Muh. Agil Hanafie (E14110035)
2. Nurul Fadhilah (E14110055)
3. Risma Prameswari K (E14110076)
4. Muh. Iqbal Firdaus (E14110086)
5. Dita Amari M. (E14110110)
6. Yudha Bayu J (E14110116)
Dosen :
Dr. Ir. Hendrayanto M.Agr
Asisten :
Endrawati , S.Hut
Khabibi Nurrofi , S.Hut
Kurnia Andayani , S.Hut
Bayu Pradana (E14080059)
Cecilya Budiaman (E14090021)
Agung Kriswiyanto (E14090027)
Mawardah Nur H. (E14100039)
Wulandari M. (E14100047)
Dimas Alfred (E14100069)
Laboratorium Hidrologi Hutan dan Pengelolaan DAS
Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
2014
BAB I
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu
daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh
didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada
sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan
menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk
perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kegiatan di
dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal pengelolaan
DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan pengambilan
keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan karakteristik
DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Untuk
dapat mengetahui keberhasilan pengelolaan DAS, informasi mengenai
karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan keadaan
jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri suatu DAS
merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat ditentukan oleh
kondisi fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri antara lain : pola
aliran sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS (Priyono dan
Savitri,1997).
Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang
dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi,
tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan aktivitas manusia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah melakukan penentuan morfometri DAS
yang menggambarkan karakteristik DAS menggunakan perangkat lunak SIG dan
menentukan pola aliran dan ordo sungai menggunakan perangkat lunak SIG.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Daerah Aliran Sungai (DAS) / Daerah Pengaliran Sungai (DPS) atau drainage
basin adalah suatu daerah yang terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran
sungai, dimana semua anak sungai yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai
bermuara ke dalam suatu sungai induk. Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu
drainage basin, semua airnya akan mengisi sungai yang terdapat di dalam DAS
tersebut. oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan daerah tangkapan hujan atau
disebut catcment area. Semua air yang mengalir melalui sungai bergerak
meninggalkan daerah daerah tangkapan sungai (DAS) dengan atau tampa
memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai limpasan (run off).
(Mulyo, 2004).
Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah
yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya
akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut,
atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan
fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan
sumber daya alam. (Suripin, 2001).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang
terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan
proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut
adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan
gradien kecuraman sungai. Karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat
diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta, dan dari data
penginderaan jauh (remote sensing) (Seyhan 1977).
Beberapa karakteristik Morofometri DAS antara lain :
1. Luas, Panjang dan Lebar DAS.
Luas DAS diukur pada foto udara, peta topografi dan peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI) atau peta-peta planimetri yang telah didelineasi batasbatas yang akan diukur luasnya sampai tingkat Sub DAS (hidrologi) dan
kecamatan (administratif) dengan menggunakan planimeter dan digitasi
pada sistem SIG. Luas, panjang, serta lebar sungai untuk setiap DAS
berbeda-beda. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan
disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah sungai diperkirakan dengan
pengukuran daerah itu pada peta topografi (Sosrodarsono dan Takeda,
2003). DAS dengan bentuk sempit dan memanjang mempunyai bentuk
hidrograf aliran yang landai, sebaliknya DAS yang mempunyai bentuk
yang melebar mempunyai hidrograf aliran lebih meruncing (Priyono dan
Savitri, 1997).
2. Bentuk DAS
Bentuk suatu daerah aliran mempengaruhi hidrograf aliran sungai
dan debit aliran puncak. Banyak yang telah dilakukan untuk
mengembangkan suatu faktor yang menggambarkan bentuk daerah aliran
melalui suatu indeks numerik tunggal. Daerah aliran cenderung berbentuk
bidang bulat seperti buah pear, namun aspek geologis menimbulkan
sejumlah penyimpangan yang patut diperhatikan (Linsley dkk, 1996
dalam Hidayah, 2008). Menurut Sosrodarsono dan Takeda
(2003) koefisien bentuk DAS dapat dihitung melalui perbandingan antara
luas DAS dengan kuadrat panjang sungai utama.
Bentuk DAS memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju
aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang
berbentuk melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena konsentrasi DAS
yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang berbentuk
melebar atau melingkar, sehingga terjadinya konsentrasi air di titik kontrol
lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan
(Asdak, 1995). Sebagai konsekuensinya konsentrasi air pada DAS bentuk
bulu burung akan lebih rendah dibanding bentuk circular (Sudarmadji,
1997 dalam Hidayah 2008).
3. Orde dan Tingkat Percabangan Sungai
Metode kuantitatif untuk mengklasifikasikan sungai dalam DAS
adalah pemberian orde sungai maupun cabang-cabangnya secara
sistematis. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam
urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian
makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DASnya dan
akan semakin panjang pula alur sungainya. Berdasarkan Metode Strahler,
alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan
orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua
(orde 2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan
nomer orde yang paling besar (Anonim, 2007 dalam Hidayah 2008).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
4. Kerapatan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu indeks yang menunjukkan
banyaknya anak sungai dalam suatu daerah pengaliran. Kerapatan sungai
rendah terlihat pada daerah dengan jenis tanah yang tahan terhadap erosi
atau sangat permeable dan bila reliefnya kecil. Nilai yang tinggi dapat
terjadi pada tanah yang mudah tererosi atau relatif kedap air, dengan
kemiringan tanah yang curam, dan hanya sedikit ditumbuhi tanaman
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kerapatan daerah aliran (drainase) juga
merupakan faktor penting dalam menentukan kecepatan air larian.
Semakin tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan air larian
untuk curah hujan yang sama..
Morfometri DAS berhubungan erat dengan hidrologi, banyak para
ahli menggunakan hidromorfometri DAS untuk menerangkan prosesproses hidrologi. Kepekaan DAS untuk mengubah hujan menjadi air
limpasan (run-off) sangat ditentukan oleh keadaan DAS yang
bersangkutan. Keadaan DAS ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, salah
satu aspek adalah keadaan hidromorfometrinya. Variabel hidromorfometri
antara satu DAS dengan DAS yang lainnya mempunyai karakteristik
sendiri-sendiri. Seberapa jauh perbedaan variabel morfometri ni dapat
diketahui dengan uji statistik (Seyhan, 1981)
Perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografik) merupakan program
pengelola data berformat vektor. Bila fasilitas untuk data raster tersedia, biasanya
digunakan hanya untuk menampilkan data tersebut bukan untuk keperluan analisis
data. Oleh karena itu, diperlukan metode tambahan bila akan menggunakan SIG
untuk analisis geo-spasial yang melibatkan banyak variabel. Penggunaan metode grid
sederhana dengan perhitungan informasi bersifat numerik dapat diterapkan untuk
berbagai tujuan analisa geo-spasial. Metode tersebut dilakukan dengan pembuatan
grid pada peta daerah yang akan dianalisa, pembuatan struktur data sesuai dengan
jumlah dan karakteristik variabel yang ditetapkan, pemasukan data, dan perhitungan
data menggunakan pendekatan statistik dan matematika. Beberapa variabel yang
digunakan dalam penerapan metode SIG, diantaranya adalah tipe batuan, struktur
geologi, kemiringan lereng, tingkat pelapukan, penggunaan lahan, dan intensitas
curah hujan serta deliniasi kawasan hutan (Sagala 2004).
Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai
data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah,
data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan
sebagainya. Kelebihan dari Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah mampu
mengolah informasi spasial secara bersamaan dengan cepat dan tepat, walaupun input
peta analog yang digunakan mempunyai timgkat ketelitian/skala yang berbeda. Hal
ini dimungkinkan karena SIG mampu memproyeksikan data spasial tersebut menjadi
satu sistem proyeksi yang sama. Selain itu SIG dapat menggabungkan data dengan
format yang berbeda, misalnya format raster dari klasifikasi data satelit dengan vektor
dari proses digitasi (Simon 1987).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
BAB III
Metodologi
3.1 Metode Praktikum
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Auditorium 1 Fakultas Kehutanan IPB pada
hari Kamis 20 Februari 2014 pukul 09.00 – 12.00 WIB
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah software ArcGIS 9.3.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah data lunak subdas kali Madiun DAS Solo
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan ada beberapa tahapan yaitu :
Step 1
1. Buka aplikasi ArcGIS-ArcMap
2. Tambahkan data layer dengan klik ‘add data’ dan tentukan lokasi dimana
data disimpan dengan nama srtm_dassolo
3. Tambahkan pula dengan klik ‘add data’ untuk subdas kali Madiun dengan
nama batas_kalimadiun_geo.shp
4. Pastikan keduanya overlay
Pemotongan Raster
1. Masuk ke ‘ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tools
3. Extraction
4. Extract by Mask
5. Input raster dengan lokasi data ‘srtm_dassolo’ dan output raster dengan
‘batas_kalimadiun_geo.shp
Fill
1. Masuk ke ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tool
3. Hydrology
4. Fill
5. Beri nama untuk output dengan Fill_subdas
Penentuan Pola Aliran
1. Masuk ke ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tool
3. Hydrology
4. Flow Direction
5. Isikan input data dengan lokasi data ‘Fill_subdas’ dan isikan output data
dengan nama ‘flowdir’
Penentuan Flow Accumulation
1. Masuk ke ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tool
3. Hydrology
4. Flow Accumulation
5. Isikan input data dengan lokasi data ‘flowdir’ dan isikan output data
dengan nama ‘flowacc’
Penentuan Jaringan Sungai
1. Masuk ke ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tool
3. Map Algebra
4. Single Output Map Algebra
5. Isikan input data dengan lokasi data ‘flowacc’ dan di tambahkan > 100,1
sedangkan output data isikan lokasi data disimpan dan beri nama
‘streamnet’
Penentuan Ordo Sungai
1. Masuk ke ArcToolbox
2. Spatial Analyst Tools
3. Hydrology
4. Stream Order
5. Isikan input data dengan lokasi data ‘streamnet’, input flow direction
raster dengan lokasi data ‘Fdr_madiun’, Output raster dengan nama
‘stro_1’, dan pilih metode yang digunakan ‘stahler’
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
BAB IV
Pembahasan
Gambar 1. Overlap DAS Solo dan Subdas Kalimadiun
Merupakan overlap ataupun perpotongan dari subdas kalimadiun dalam
wilayah kerja BPDAS solo dengan perbatasannya ditunjukan oleh warna garis merah.
Berdasarkan Instruksi Menhut No : INS.3/Menhut-II/2009 dengan Lampiran Surat
Edaran No : SE.02/V-SET/2009 tentang Penetapan Wilayah Kerja BPDAS, wilayah
BPDAS Solo terdiri dari 59 DAS. Dari 59 DAS tersebut 1 DAS merupakan DAS
utama dan yang terluas yaitu DAS bengawan solo dan 58 lainnya merupakan DAS
kecil-kecil yang semuanya bermuara ke laut. Kemudian dari 59 DAS dikelompokkan
menjadi 1 DAS dan 3 SWP DAS sesuai dengan letak bermuaranya ke laut, yaitu:
1. DAS utama yaitu DAS Bengawan Solo
2. SWP DAS Grindulu terdiri dari 30 DAS
3. SWP DAS Lamong terdiri dari 2 DAS
4. SWP DAS Prumpung Klero terdiri dari 26 DAS
Dari data wilayah DAS dan Subdas BPDAS solo tahun 2009 (bpdassolo.net),
subdas kalimadiun merupakan bagian dari DAS bengawan solo. Sedangkan Subdas
kalimadiun memiliki sub-sub DAS pada daerah yang termasuk kawasannya yaitu:
Sub-sub DAS Watu ds, Sukowiyono, Asin, Ketonggo, Tempuran, Jurangjero, Sambi
ds, Ngelang, Kuncen ds, Kenteng ds, Gandong, Gurdo, Catur, Galok ds, Keyang,
Gonggang ds, Bulu ds, Slahung, dan Sub-sub DAS Bringin. Sehingga jika di
jumlahkan total luas Subdas Kalimadiun ialah 440.522 Ha, dan merupakan subdas
terbesar pada DAS bengawan solo. Luas DAS bengawan Solo ialah 1.594.716 Ha.
Sedangkan luas wilayah kerja BPDAS solo memiliki luas wilayah sekitar 1.944.344
Ha. Sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah kerja BPDAS solo didominasi oleh
DAS bengawan solodan DAS bengawan solo memiliki wilayah Subdas tertinggi yaitu
Sub-DAS kalimadiun.
Pada gambar 1, untuk mengoverlap daerah subdas kalimadiun kita dapat
melakukannya dengan cara menambahkan data layer srtm_dassolo, dengan data batas
subdaskalimadiun_geo dan warna yang digunakan pada fill colornya ialah hollow.
Hal ini hanya untuk menunjukkan bahwa data vektor (batas subdaskalimadiun_geo)
yang digunakan dapat overlap dan sesuai dengan data raster (srtm_dassolo).
Gambar 2. Fill Subdas Kalimadiun
Setelah mengetahui data keduanya overlap, maka kita akan mengekstrak data
perbatasan yang overlap tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan cara extraction
data pada arc tool box spatial analyst tool – extraction – extract by mask. Setelah di
extract, pada hasil extraction data tersebut dilakukan analisis hidrologi pada tool Fill
yang berfungsi untuk melakukan Fill Sink pada data raster permukaan (DEM) untuk
menghilangkan cacat/kesalahan pada data tersebut. Hal tersebut dapat terlihat bahwa
wilayah ketinggian yang lebih tinggi menjadi lebih luas dan datanya menjadi lebih
jelas untuk penggunaan yang dimaksudkan untuk analisis DAS pada raster
permukaan (DEM). Pada gambar 2, terlihat bahwa daerah tinggi yang lebih luas
dalam wilayah subdas kalimadiun tersebut daripada gambar 1, hal ini
direpresentasikan oleh warna yang lebih luas dan lebih jelas didominasi oleh warna
biru yang dapat dilihat di legenda bahwa warna biru menyatakan daerah tinggi
dibandingkan dengan warna hijau. Sehingga data ketinggian tersebut dihilangkan
cacat/ kesalahannya dan dapat digunakan untuk melakukan analisis hidrologi
selanjutnya yaitu flow direction.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Gambar 3. Flow Direction (arah aliran) Subdas Kalimadiun
Flow direction ataupun arah aliran berfungsi untuk memperlihatkan arah
aliran dari setiap piksel yang menunjukkan piksel terendah di sekitarnya, sehingga
hasil dari flow direction masih kasar karena daerah aliran air nya tersebar ke berbagai
arah dan hanya berdasarkan ketinggian daerah tersebut. Hal ini dapat diperlihatkan
hasil analisis hidrologi – Flow Direction pada Gambar 3, yang menunjukkan bahwa
terdapat arah aliran, yang arah aliran tersebut direpresentasikan dengan berbagai
warna pada legenda. Pada flow direction sekilas dapat terlihat bahwa warna yang
mendominasi ialah warna ungu sehingga dapat menunjukkan bahwa kebanyakan arah
aliran air berada pada warna tersebut, untuk mengetahui arah aliran yang terkumpul
maka dilakukan analisis Flow Accumulation.
Gambar 4. Flow Accumulation Subdas Kalimadiun
Untuk lebih lanjut lagi, dilakukan analisis flow accumulation pada spatial
analyst tool – hydrology – Flow accumulation. Flow accumulation berfungsi untuk
mengetahui atau pun membuat raster yang menggambarkan piksel dimana aliran
terkumpul sehingga terlihat pada gambar 4, bahwa terdapat air yang terkumpul hanya
berada pada satu garis yang menyatakan bahwa garis tersebut merupakan sungai
utama pada subdas kalimadiun, dan warna yang lebih putih memiliki volume air yang
lebih tinggi, hal ini dapat kita lihat pada legenda.
Data yang digunakan untuk mengetahui flow accumulation ialah dengan input
data arah aliran tersebut atau flow direction. Data arah aliran tersebut dengan otomatis
dihitung arah alirannya yang lebih dominan sehingga dapat dihitung oleh computer
akumulasi air yang terkumpul setiap pixel data tersebut dan menghasilkan output data
flow accumulation pada gambar 4.
Gambar 5. Stream network Subdas Kalimadiun
Flow accumulation memberikan hasil jumlah sel atau area dari pixel yang
mengalir pada sel tertentu yang ditunjukan dengan warna putih tersebut, hasil flow
accumulation dapat digunakan untuk menunjukkan jaringan sungai. Hal ini
diasumsikan bahwa sebuah sungai terbentuk ketika sebuah area ambang batas tertentu
(threshold) mengalir ke suatu titik. Ambang batas area ini dapat diartikan dengan
menggunakan jumlah sel atau pixel dalam aliran yang diakumulasikan ke dalam grid
atau jaringan. Jika kita mengasumsikan bahwa sebuah area ambang batas dengan
luas 9 Ha sebagai pembatas untuk membuat suatu sungai, jumlah sel yang sesuai
untuk membuat pembatas area ini adalah 100 (90000/(30*30)m
2
). Untuk membuat
suatu raster, yang akan memiliki ambang batas 9 Ha yang sesuai, select Spatial
Analyst Tools - Map Algebra - Raster Calculator. Untuk ArcGis 10 Pilih condition
Con (“output data flow acc” >100, 1). Hal ini akan membuat suatu perhitungan raster
yang mana semua sel yang memiliki nilai lebih dari atau sama dengan 100 pada flow
acc akan memiliki nilai 1, dan selain itu akan memiliki nilai 0. Sehingga hasil output
dari map algebra pada gambar 5, berupa jaringan sungai yang mana memiliki warna
biru (bernilai 1) dan warna hitam (sebenarnya tanpa warna atau hollow, hanya saja
layer flow acc masih tercentang) memiliki nilai 0 yang merupakan hasil perhitungan
dari fungsi map algebra tersebut yang berimplikasi pada warna raster
(web.ics.purdue.edu)
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Gambar 6. Stream order Subdas Kalimadiun
Setelah mengetahui jaringan sungai (Stream network), selanjutnya akan
diketahui ordo sungai dengan menggunakan data output Stream Network. Ordo
sungai dapat ditunjukkan dengan berbagai warna pada gambar 6 dengan warna
tertentu merepresentasikan urutan ordo tersebut. Hal ini dapat terlihat pada legenda.
Langkah untuk mengetahui Ordo sungai dapat kita lakukan dengan cara:
Spatial Analyst Tool – Hydrology – Stream Order. Dengan input Stream Raster ialah
data output dari stream network, dan input stream flow direction menggunakan data
Flow direction, dan metode yang digunakan ialah metode Strahler.
Pada gambar 6, Background warna belakangnya ialah warna hitam
dikarenakan layer flow acc masih tercentang atau aktif, seharusnya warnanya ialah
putih atau tanpa warna. Namun dengan warna background hitam membuat kita lebih
jelas mengetahui jaringan sungainya dan ordo sungai tersebut.
BAB V
Kesimpulan
Pengukuran morfometri DAS dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:
extraction data masking subdas yang hasilnya berupa hasil ekstrak data subdas
kalimadiun yang selanjutnya akan dihitung Fill DAS tersebut untuk menghilangkan
data yang cacat atau kesalahan data tersebut. Setelah itu, dihitung flow direction
untuk mengetahui sebaran arah aliran air, kemudian flow accumulation untuk
mengetahui daerah terkumpulnya air, dan stream network dengan Map algebra untuk
mengetahui jaringan sungai, dan selanjutnya dihitung ordo sungainya dengan tool
Stream Order menggunakan metode Strahler.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
BAB VI
Daftar Pustaka
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hallaf, H.P., 2005. Geomorfologi Sungai dan Pantai. Jurusan geografi FMIPA UNM.
Makassar.
Hidayah,R.2008.Analisis Morfometri Sub Daerah Aliran Sungai Karangumus dengan
Aplikasi Sistem Informasi Georafis.Samarinda:Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman.[skripsi]
Linsley RK, Kohler MA, Paulhus JLH. 1982. Hidrologi Untuk Insinyur. Hermawan
Y, penerjemah; Sianipar Y, Haryadi E, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari: Hydrology for Engieneers
Priyono,C.N.S dan Savitri,E.1997.Hubungan antara Morfometri dengan Karakteristik
Hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus Sub
DAS Wader.Jakarta: Buletin Pengelolaan DAS Vol.III.No.2.
Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Soewarno, 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Nova.Bandung
Sosrodarsono dan Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan.Jakarta: Pradnya
Paramita.
Simon, H. 1987. Manual Inventore Forest. Jakarta: UI Press.
http://www.citrasatelit.com/tool-hidrologi-di-software-arcgis/
http://www.bpdassolo.net/index.php/profil/wlayah-kerja/secara-batas-das
http://web.ics.purdue.edu/~vmerwade/education/hydrology.pdf
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.