Menteri ESDM : Warga Akan Tinggalkan Premium Secara Alami
Ilustrasi. Sumber : https://www.iwanbanaran.com/wp-content/uploads/2020/02/polusi.jpg |
Tadi pagi (14
Januari 2022), Penulis memperhatikan sepenggal cuplikan berita di salah satu
tayangan televisi nasional. Berita ini berasal dari pernyataan Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia (ESDM), Arifin Tashrif. Pernyataan
ini didasarkan pada turunnya tingkat konsumsi warga atas Bensin Premium yang
beroktan RON 88, yang dahulu sangat dengan mudah kita jumpai dalam varian warna
kuning.
Ia menyatakan
"Premium itu kalau di Jawa
ini cuma ada 0,3% dan saya rasa dengan nature,
akan tergantikan. Ini alami masyarakat sendiri yang memutuskan," jelas
Arifin dalam konferensi pers, Rabu, 12 Januari. Dari pernyataan tersebut,
tentu ini mendorong atas meningkatnya pemakaian bensin ramah lingkungan, yang
saat ini sedang digalakkan Pertamina melalui produk Pertalite dengan varian
warna hijau yang beroktan RON 90.
Salah Satu Cuplikan Berita Tv Nasional. Sumber : Kompas Tv |
Bagi
penulis, pernyataan Menteri ESDM ini tidak sepenuhnya benar, mengapa?. Bukan
warga yang meninggalkan premium secara alami, tapi pemerintah yang memang
memaksakan hal itu, dengan mengurangi tingkat penjualan Premium di SPBU. Di
Kota tempat tinggal penulis saat ini, Balikpapan, dari sekian banyak SPBU,
hanya tinggal 1 saja yang menyediakan Bensin Premium, itupun dengan kuota yang
terbatas per harinya. Bila pagi hari, antrian kendaraan yang ingin mendapatkan
bensin premium ini sangat panjang, dan menjelang siang, habislah.
Memang
mendorong penggunaan bensin ramah lingkungan sangat baik, tapi dengan
pernyataan tersebut dan melihat kondisi di lapangan, tentu bukan perbandingan
yang sesuai. Jika ingin mengukur bagaimana ‘alaminya’ warga secara sukarela
memakai bensin beroktan tinggi atas kesadaran peduli lingkungan, tentu
perbandingannya harus seimbang. Kuota pengadaan bensin premium dan pertalite
harus setara, lalu dihitung tingkat penjualannya di SPBU, lebih banyak mana,
mudah kok.
Jika
strateginya ‘mengurangi kuota’, ini strategi pemaksaan. Karena, warga akan
berpikir, “ya sudahlah pakai yang ada
saja”, meskipun dalam hatipun merasa Bensin beroktan tinggi mahal.
Sebenarnya tingkat kesadaran pemakaian bensin ramah lingkungan dikalangan
masyarakat belum meningkat kok, mereka masih lebih mengandalkan “yang murah ajalah, toh sama – sama bisa
jalan”.
Bagi
kalangan masyarakat dengan penghasilan menengah kebawah, tentu menggunakan
bahan bakar yang murah akan sangat dicari, terlebih mereka memikirkan, “apakah menggunakan bensin beroktan tinggi,
akan menambah hasil produksi”?, tentu relative.
Mereka
mengambil perbandingan jika sudah sangat sedikit Negara di dunia yang
menggunakan bensin beroktan RON 88, dan Indonesia harus mulai melangkah maju
agar tak tertinggal. Begitu katanya.
Sudahlah
jujur saja, bensin Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo, lebih menambah
keuntungan bagi Pertamina. Premium dengan proses biaya produksi yang sama,
dijual dalam dispenser SPBU yang dengan penggunaan pompa listrik yang sama,
namun dengan harga murah, tentu akan njomplang
keuntungannya.
----------------
Schrijver.
Copyright.
©. 2022. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
Subscribe.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.