Saat Pendidikan Direlung Gamam - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Saat Pendidikan Direlung Gamam



        Membaca petikan judul dari tulisan ini, bagi sebagian pembaca mungkin bertanya – tanya, apa arti dari ‘gamam’. Sebuah kata yang jarang sekali terucap dan terdengar dalam kehidupan sehari – hari, kata ‘gamam’ berasal dari akar Bahasa Melayu yang berarti ‘Bingung’.
    Kisruh PPDB Online. Ilustrasi. Sumber : https://statik.tempo.co/data/2018/06/26/id_714717/714717_720.jpg

        Intermezo diatas merupakan candaan semata, yang sengaja sedikit diarahkan Penulis ke arah perkembangan generasi milenial saat ini yang sedang beralih minat menjadi generasi kreatif. Ya, kreatif dalam segi digital audio visual. Dijembatani dengan gadget yang semakin berkembang, aplikasi yang mendukung, banyak karya video pendek maupun panjang berseliweran di ranah maya.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        Hingga menurunkan minat literasi yang sempat menjadi makanan sehari – hari diera media cetak medio 90’an. Semakin lama, semakin terkikis dan menghilanglah bahasa litarasi digenerasi mendatang.
        Sudahlah lupakan permasalahan diatas, kendatipun masih ada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang masih menyimpan kata-kata literasi itu dalam tiap lembaran abjadnya. Nyatanya sampai kinipun Pendidikan di negeri ini masih diliputi sengkarut permasalahan.
        Belum juga dunia pendidikan terbiasa dan (dipaksa) berdamai dengan pandemi, kasus penerimaan siswa baru kini menjadi sorotan. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Persyaratan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memang bukan dimulai ditahun ini, sudah dari tahun – tahun lalu di terapkan.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        Namun, tetap saja ada masalah setiap kali PPDB dimulai, dan kasusnya mereda sepanjang tahun ajaran sudah berjalan. Sistem zonasi menurut Penulis, memang dibuat untuk menghilangkan kesan ‘sekolah favorit’ yang diisi oleh anak – anak bertalenta ‘berbeda’, dari sisi dana, kelas keluarga, dan kemampuan berfikir.
        Sekolah favorit dimasa lalu, selalu diisi oleh anak dari keluarga berada, atau anak dari pejabat penting, atau anak yang lebih pintar. Sehingga menjadikan sekolah itu selalu dipandang moncer dibandingkan sekolah lain meskipun masih sama – sama dalam satu wilayah dan status sekolah yang sama.
        Entah apa yang menjadikan sekolah favorit di masa lalu selalu mendapatkan tempat, padahal kurikulum yang dijalankanpun sama, ekstrakurikuler juga sepadan.
        Seiring sejalan, jika ada istilah favorit tentu ada banding terbaliknya. Sekolah ini yang diisi oleh anak dari kriteria lawan kata dari sebelumnya.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

        Kesan inilah perlahan mulai dihapus, supaya pendidikan setara dan tidak membuat anak menjadi minder dalam menempuh pendidikan. Kriteria zonasi tempat tinggal menjadi acuan utama, yang intinya supaya sekolah menerima hanya siswa yang ada disekitar sekolah tersebut saja.
        Jika hanya sebatas ini, tidak terlalu dipermasalahkan orang tua dari calon siswa, namun ada persyaratan umur yang diduga menjadi problem baru dalam PPDB tahun ini. Umur calon siswa yang lebih tua, lebih diutamakan untuk masuk dibandingkan calon siswa yang lebih muda. Jika begini, anak yang dahulu dikenal dengan ‘anak akselerasi’, akan kesulitan mencari sekolah, karena pasti umurnya lebih muda.
        Terlepas dari hal itu, masih ada pula calon siswa yang tidak diterima meskipun cukup umur dan dalam zonasi sekolah. Penulis menduga ada permainan dikalangan akar rumput yang sengaja mengambil kesempatan dalam kriteria PPDB ini.
    Setiap sistem tentu ada problem yang berbeda terus berkembang, dan pasti sudah melalui tahap uji coba dan analisa dari tim pakar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Semoga ini tidak menjadi masalah yang berlarut yang justru menyulitkan anak untuk menuntut pendidikan.
    ----------------------
    Schrijver.
    Copyright. ©. 2020. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
       

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad