PAPER PRAKTIKUM BIOMETRIKA HUTAN Kelompok 6 DOSEN Dr. Ir. Budi Kuncahyo >>> SKENARIO PENGELOLAAN AGROFORESTRI STUDI KASUS DI DESA CIBUNIAN, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    PAPER PRAKTIKUM BIOMETRIKA HUTAN Kelompok 6 DOSEN Dr. Ir. Budi Kuncahyo >>> SKENARIO PENGELOLAAN AGROFORESTRI STUDI KASUS DI DESA CIBUNIAN, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

    Mata kuliah : Biometrika Hutan                                 Hari : Senin, 13.00-15.30 wib

    SKENARIO PENGELOLAAN AGROFORESTRI STUDI KASUS DI DESA CIBUNIAN, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR
    JAWA BARAT

    Kelompok 6 :

    Sakinah Jihad                                                (E14110081)
    Muhamad Fajar                                            (E14110100)
    Yudha BJ Nugroho                                        (E14110116)
    Raditya Putro                                                (E14110112)
    Mega Tirza Koridama                                  (E14110120)

    Dosen :
    Dr. Ir. Budi Kuncahyo







    DEPARTEMEN MANEJEMEN HUTAN
    FAKULTAS KEHUTANAN
    INSTITUT PERTANIAN BOGOR
    2014
         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang (File asli unduh disini)

    Soerianegara dan Indrawan (1982) mengemukakan Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan. Sedangkan Arief (1994) menulis bahwa  Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis. Walaupun berbagai pendapat dikemukakan namun semuanya itu mengadung pengertian yang sama. Untuk dapat dikategorikan hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan secara alami, dengan cara menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, dan menghasilkan tumpukan bahan organic/seresah yang sudah terurai maupun yang belum, di atas tanah mineral.
    Hutan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, mulai dari pengatur tata air, paru-paru dunia, sampai pada kegiatan industri. Pamulardi (1999) menerangkan bahwa dalam perkembangannya hutan telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain pemanfaatan hutan dalam bidang Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain (Affandi & Patana, 2002). Hutan rakyat termasuk dalam hutan hak yang masih berkembang dengan baik. Pengembangan hutan rakyat merupakan pendorong bagi pembangunan kehutanan dan ketahanan ekonomi nasional. Terdapat beberapa sistem yang dapat diterapkan dalam hutan rakyat, salah satunya adalah sistem agroforestri. Sistem agroforestri merupakan sistem pengusahaan hutan yang memadukan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Dalam suatu pengusahaan hutan, jika hutan hanya terdiri dari satu jenis pohon saja maka pemilik usaha tersebut tidak akan memperoleh pemasukan dari usaha tersebut karena pohon merupakan tanaman tahunan yang hasilnya dapat dinikmati beberapa tahun setelah pohon tersebut ditanam. Sebagai suatu bentuk usaha, sistem agroforestri ini membutuhkan biaya mulai dari penanaman sampai pemanenan. Atas alasan tersebut, diperlukan tanaman musiman untuk mengisi kekosongan pemasukan.
    Tujuan
    1.        Memahami konsep pengelolaan agroforestry.
    2.        Membuat skenario dan pemodelan pengelolaan agroforestri di Desa Cibunian, Kecamatan pamijahan, Kabupaten Bogor.


    TINJAUAN PUSTAKA  (File asli unduh disini)
    Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis ( Hairiah et.al 2003).
    Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Sedangkan sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. (Hairiah et.al 2003). Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni) atau bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra). Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubikayu), sayuran, rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.
    Menurut Hairiah et.al (2003) dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:
    1.  Produktivitas (Productivity):Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    2.  Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).
    3.  Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produkproduk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur
    4.  Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.
    Namun agroforestry juga memiliki kekurangan diantaranya dapat terjadi persaingan tumbuh tanaman pokok dan tanaman sela, yang mengakibatkan tidak maksimalnya pertumbuhan salah satunya. Selain itu, mudah terjadi penularan hama dan penyakit tanaman pertanian terhadap tanaman kayu.

    METODOLOGI  (File asli unduh disini)
    3.1 Waktu dan tempat praktikum
    Praktikum biometrika hutan ini dilaksanakan pada hari Senin, 1 Desember
    2014, diruang RKX. 303. Pada pukul 13.00-16.00 wib.
    3.2 Alat dan Bahan
       Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat tulis, laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak (software) seperti Ms. Word, Ms. Excel, dan STELLA 9.0.2. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder di wilayah Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor pada bulan September-oktober 2014.

    3.3 Metode Praktikum
    Langkah kerja praktikum adalah sebagai berikut:
    1.             Menentukan variabel-variabel yang akan  dijadikan sebagai bahan model.
    2.             Model yang dibuat ada 3, yaitu Agroforestry Sengon, Jagung dan kapulaga.
    3.             Variabel yang digunakan dalam pembuatan model ini yaitu penanaman sebagai inflow dan panen sebagai outflow dari masing-masing jenis.
    4.             Menentukan variabel dari setiap model, yaitu biaya penanaman, biaya pemeliharaan, daur, diameter, jarak tanam, luas areal, volume panen, tinggi, harga tanaman, pemasukan, dan pendapatan bersih.
    5.             Membuat model dengan menggunakan software STELLA 9.0.2
    6.             Langkah awal dalam membuat model yaitu membuat stok dari tiap jenis tanaman dengan penanaman sebagai inflow dan panen sebagai outflow.
    7.             Kemudian menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi inflow penanaman, yaitu daur, luas dan jarak tanam.
    8.             Menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi outflow yaitu daur dan volume panen.
    9.             Mencari biaya pemeliharaan dan biaya penanaman
    10.         Setelah itu menentukan biaya total = biaya pemeliharaan + biaya penanaman.
    11.         Untuk mencari nilai volume panen = [(0,25 x 3,14) x Diameter2 xTinggi] x Panen tanaman.
    12.         Menghitung pemasukan  = Volume panen x harga jenis tanaman tersebut.
    13.         Untuk pendapatan bersih = Pemasukan – Biaya.
    14.         Setelah membuat 3 model yaitu model pada tanaman Sengon, tanaman Jagung dan tanaman kapulaga, kemudian membuat model pengelolaan Agroforestry dari segi pendapatan bersihnya dengan cara menjumlahkan seluruh total pendapatan bersih dari tiap jenis  tanaman.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    HASIL DAN PEMBAHASAN  (File asli unduh disini)

    1.             Konsep Pengelolaan Agroforestri
    Pohon sengon ditanam pada suatu areal dengan luasan 30.000 m2. Banyaknya sengon yang ditanam adalah bergantung kepada luas areal dan jarak tanam sengon yaitu 3 m x 3 m. Sengon yang telah ditanam akan dipanen saat umur daur sengon, yaitu 5 tahun. Maka petani sengon akan mendapatkan penghasilan atau pendapatan kotor dari hasil panen sengon di tahun ke lima sebanyak harga sengon per m2. dikalikan dengan banyaknya produksi (volume) sengon di tahun ke lima. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan sengon, dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih sengon dengan mengurangi penghasilan dari penjualan sengon dengan biaya yang telah dikeluarkan.
    Untuk memaksimalkan pendapatan petani sengon, luas kawasan yang ada ditanami juga dengan tanaman lain seperti jagung dan cabe. Apabila petani hanya mengandalkan dari panen sengon saja, maka petani hanya memiliki pendapatan setiap umur daur sengon saja yaitu setiap lima tahun. Sehingga tanaman jagung dan cabe  ditanam di  antara jarak tanam sengon yang masih kosong. Jagung ditanam dengan jarak tanam 1 m x 1 m untuk cabe dan 0.25 m x 0.25 m. Dengan ditanamnya jagung dan cabe, maka petani sengon akan memiliki penghasilan tambahan dari hasil panen jagung dan cabe per umur daur jagung dan cabe.
    Tanaman jagung memiliki umur daur enam bulan. Petani akan mendapatkan penghasilan dari panen jagung sebanyak jagung yang dipanen dikalikan dengan harga jagung per kilogram. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan jagung, dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih jagung dengan mengurangi penghasilan dari penjualan jagung dengan biaya yang telah dikeluarkan.
    Tanaman cabe sendiri memiliki daur 4-6 bulan untuk pertama panen. Sehingga petani memiliki dua opsi dalam memanen jagung dan cabe. Petani akan mendapatkan penghasilan dari panen cabe sebanyak cabe yang dipanen dikalikan dengan harga cabe per kilogram. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan cabe, dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih cabe dengan mengurangi penghasilan dari penjualan cabe dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setelah didapatkan pendapatan bersih dari penjualan sengon, jagung, dan cabe, maka akan diketahui total pendapatan petani dengan menjumlahkan pendapatan bersih dari masing-masing tanaman.
    2.             Sub Model sengon
       
    Gambar 1. Model Stella Skenario Agroforestri Sengon

    Berdasarkan gambar 1 dalam skenario agroforestri sengon, yang berperan sebagai stok adalah jumlah pohon sengon per hektarnya. Inflow yang diberikan adalah penanaman sengon yang dilakukan per daurnya dengan variable yang mempengaruhi adalah daur, luas lahan, dan jarak tanamnya. Daur yang digunakan dalam kegiatan penamaman sengon ini selama 5 tahun dengan luas lahan yang digunakan sebesar 30.000 m2 atau sebesar 3 hektar. Jarak tanam yang digunakan sebesar 3 m x 3 m. Dalam pembangunan agroforestry sengon sudah pasti memerlukan biaya penanaman yakni biaya awal yang dikeluarkan demi terciptanya kegiatan agroforestri ini. Biaya penanaman yang dikeluarkan sebesar Rp. 40.000.000  Selain biaya penanaman, adapula biaya pemeliharaan yang dikeluarkan dari usaha ini. Biaya pemeliharaan sebesar Rp.2.500.000/tahun  yakni akumulasi selama 5 tahun dengan biaya per tahunnya sebesar Rp.500.000 . Sehingga di dapat biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.42.500.000  dari total biaya pemeliharaan dengan biaya penanaman. Setelah dilakukan usaha selama 5 tahun, maka akhirnya pengusaha akan melakukan pemanenan sengon.  Pemanenan sengon dianggap sebagai outflow dalam pemodelan kali ini. Variabel yang mempengaruhi pemanenan antara lain adalah jumlah batang sengonnya, volume panen yang dipengaruhi pula oleh diameter pohon sengon dan tinggi pohon sengon. Sengon yang dipanen berdiameter 20 cm dan tingginya adalah 20 meter. Sehingga memiliki volume sebesar 0.628 m3/pohonnya. Panen sengon ditentukan dari volume panen dikalikan dengan jumlah batang sengon yang dihasilkan selama daur 5 tahun. Volume sengon akan menentukan pemasukan pendapatan dari pengusaha tersebut. Pemasukan yang diterima sebesar volume panen sengon yang dihasilkan dikalikan dengan harga sengonnya. Harga sengon merupakan driving variable yakni hanya bias mempengaruhi tanpa bias dipengaruhi. Harga sengon di Kabupaten Bogor sendiri yaitu Rp. 200.000/m3. Sehingga pemasukan dari panen sebesar Rp. 200.000 dikalikan dengan volume panen keseluruhan dari sengonnya. Pada akhirnya akan diperoleh pendapatan bersih dari sengon yakni pengurangan dari pemasukan dengan total biayanya yang telah dikeluarkan selama masa daurnya.

    3.             Sub Model Jagung
    Gambar 2. Model Stella Skenario Agroforestri Jagung

    Berdasarkan gambar 2 dalam skenario agroforestri jagung, yang berperan sebagai stok adalah jumlah pohon jagung per hektarnya. Inflow yang diberikan adalah penanaman jagung yang dilakukan per daurnya dengan variable yang mempengaruhi adalah daur, luas lahan, dan jarak tanamnya. Daur yang digunakan dalam kegiatan penamaman jagung ini selama 6 bulan dengan luas lahan yang digunakan sebesar 30.000 m2 atau sebesar 3 hektar, ini merupakan lahan yang sama dengan sengon karena akan dilakukan agroforestri antara sengon, singkong, dengan jahe. Jarak tanam yang digunakan sebesar 1 m x 1 m. Biaya penanaman yang dikeluarkan sebesar Rp.100.000 Biaya ini lebih murah dari biaya penanaman sengon.  Tidak ada biaya pemeliharaan jagung sebab tanaman ini merupakan tanaman yang relatif mudah dalam menanamnya sehingga tidak diperlukan biaya untuk melakukan pemeliharaan seperti biaya penyulamannya. Selama 5 tahun sesuai dengan daur sengon, tiap 6 bulannya akan dilakukan pemanenan jagung sehingga akan diketahui outflow-nya adalah pemanenan jagung.  Besarnya panen mempengaruhi produktifitas kg per hektarnya. Pemasukan dari panen bergantung dari produktivitasnya dikalikan dengan harga jagung per kg nya. Produktivitas kg per hektarnya sebesar 3000 dengan harga jagug per kg.nya sebesarRp. 5000 Pada akhir daur 5 tahun akan didapat pendapatan bersih jagung yakni dari pengurangan pemasukan singkong dari produktivitasnya dikurang dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama daur ini.

         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    4.             Sub Model Cabe
    Gambar 3. Model Stella Skenario Agroforestri Cabe
    Sub model ini menggambarkan besarnya nilai pendapatan bersih tiap tahun pada usaha agroforestri tanaman cabe, pendapatan bersih diperoleh dari hasil pengurangan antara pemasukan usaha cabe dan biaya tanam cabe yang dikeluarkan. Di dalam sub model ini dapat diperoleh nilai pendapatan khusus untuk tanaman cabe itu sendiri pada umur daur, produktivitas (kg/ha), serta tingkat harga cabe yang berbeda. Sub model agroforestri tanaman cabe terdiri dari state variable yaitu jumlah tanaman cabe per ha; inflow berupa penanaman cabe yang dipengaruhi oleh jarak tanam cabe, umur daur, dan luasan agroforestri secara keseluruhan. Hasil perhitungan luas dibagi jarak tanam cabe kemudian dikalikan dengan biaya pengelolaan maka akan diperoleh biaya tanam cabe; sedangkan outflow berupa hasil panen tanaman cabe dipengaruhi oleh umur daur lalu menghasilkan produktivitas tanaman cabe dengan satuan kg per ha kemudian dikalikan dengan tingkat harga cabe sehingga diperoleh pemasukan cabe.
    Penerimaan petani yang diperoleh dari usaha pengelolaan agroforestri adalah hasil dari tanaman pertanian yang ditanam di bawah tegakan Sengon, dalam hal ini adalah tanaman cabe yang merupakan tanaman tahan naungan sehingga cocok untuk diusahakan sebagai tanaman agroforestri. Pengelolaan agroforestri cabe digunakan untuk memberikan hasil tambahan dalam usaha kehutanan dengan pemasukan dari hasil usaha tanaman cabe.  Tanaman cabe adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai tanaman obat tradisional yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Harga jual tanaman cabe dikalikan dengan produktivitasnya akan menjadi penerimaan petani sehingga apabila pengelolaan agroforestri dilaksanakan maka petani mendapatkan tambahan penerimaan selain dari hasil panen tanaman Sengon. Pendapatan tambahan itu hanya untuk satu jenis tanaman agroforestri yaitu tanaman cabe saja, pendapatan bersihnya pun hanya untuk perhitungan pendapatan bersih tanaman cabe, sehingga untuk nilai pendapatan tambahan dari agroforestri jenis lainnya dapat menggunakan sub model yang berbeda.

    5.             Keterkaitan antara Ketiga Sub Model
    Gambar 4. Total Pendapatan

    Model yang dibuat terdiri dari tiga subsistem, yaitu sub model pendapatan bersih sengon, pendapatan bersih jagung, dan pendapatan bersih cabe. Skenario pengelolaan agroforestri tersusun atas 3 sub model yang mana antara sub model satu dengan sub model lainnya memiliki keterkaitan dan saling berhubungan satu sama lain.
    Sub model pendapatan bersih sengon akan memengaruhi sub model pendapatan jagung dan juga sub model pendapatan cabe, begitu pula sebaliknya sub model pendapatan jagung terhadap sub model pendapatan sengon dan juga sub model pendapatan cabe serta sub model pendapatan cabe terhadap sub model pendapatan sengon dan sub model pendapatan jagung.
    Skenario ini memperlihatkan hubungan sub model pendapatan sengon dengan sub model pendapatan jagung dan sub model pendapatan cabe yang pada akhirnya menjadi total pendapatan apabila ketiganya dijumlahkan. Jadi, besar kecilnya sub model pendapatan sengon, sub model pendapatan jagung, dan sub model pendapatan cabe berpengaruh terhadap besar kecilnya total pendapatan dari pengelolaan agroforestri ini.
    Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan skenario-skenario yang telah ditetapkan. Skenario dibuat untuk mengetahui pengaruh pendapatan sengon, jagung, dan cabe dalam pengelolaan agroforestri terhadap total pendapatan.

    6.             Evaluasi Model
    Evaluasi model adalah tahap untuk menguji model untuk menggambarkan kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan. Pada tahap ini dilakukan  pada pengelolaan agroforestry pada tanaman jagung, cabe, dan sengon.
    Pada tahap pertama dilakukan model terhadap pertumbuhan tanaman sengon dengan membandingkan biaya, pemasukan dan pendapatan bersih dari sengon yang dituangkan pada grafik. Dari grafik pada skenario agroforestry sengon diperoleh bahwa biaya yang dikeluarkan terlihat konstan, sedangkan pada pemasukan dan pendapatan bersih terhadap sengon terlihat naik turun. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti harga kayu yang tidak dapat dipastikan , pengelolaannya yang kurang baik, dan juga dapat disebkan oleh faktor teknik manajemen yang kurang baik pada saat pemanenan kayu yang dapat menyebabkan pendapatan berkurang. Dengan biaya pengeluaran yang terlihat selalu tetap hendaknya pendapatan harus dapat dimaksimalkan dengan melakukan system manajemen yang tepat. Pada tahap kedua dilakukan model terhadap pertumbuhan tanaman cabe, juga dengan membandingkan biaya tanam,  pemasukan dan pendapatan bersih dari cabe. Dari hasil grafik dapat diperoleh bahwa biaya tanam, pendapatan dan biaya bersih dari cabe selalu konstan. Pada tahap selanjutnya dilakukan pemodelan pada tanaman jagung. Sama halnya dengan tanaman  cabe, tanaman jagung juga memiliki biaya, pemasukan dan pendapatan bersih yang selalu konstan. Dari ketiga grafik tersebut maka diperoleh pendapan total yang tidak konstan tetapi naik turun seperti yang terlihat pada grafik empat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pendapatan sengon yang tidak konstan. tetapi dari ketiga grafik pada pohon sengon, tanaman cabe dan jagung maka dapat dilakukan system agroforestry karena dengan pendapatan sengon yang selalu naik turun dapat diimbangin dengan pendapatan cabe dan jagung yang selalu konstan.


         style="display:block; text-align:center;"
         data-ad-layout="in-article"
         data-ad-format="fluid"
         data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
         data-ad-slot="6345313352">

    KESIMPULAN  (File asli unduh disini)

    Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri dapat mengoptimalkan fungsi lahan dan memberikan pendapatan yang terus mengalir. Pada pemodelan pengelolaan agroforestri ini, dibuatlah skenario-skenario yang dapat menjelaskan keterkaitan antara sub model dan hubungannya dengan pendapatan yang dapat diterima oleh pengelola. Selama pengelola lahan menunggu pohon sengon mencapai daur tebang, pengelola dapat mengandalkan tanaman pertanian seperti cabe dan jagung untuk menghasilkan pendapatan.







































    DAFTAR PUSTAKA

    Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Bahan Ajaran Agroforestri 1: Pengantar Agroforestri World Agroforestry Centre. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office
    De Foresta H and G Michon. 1997. The agroforest alternative to Imperatagrasslands: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestry Systems 36:105-120.
    Anggraini MD. 2010. Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon, Kopi dan Tanaman Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah[skripsi]. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

    Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry.  Nairobi. Kluwer. Academic Publ. dalam Endah Ernawati. 2003. Simulasi Pengeloaan Agroforestry: Studi Kasus di RPH Sukamantri, BKPH Bogor, KPH Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

    Purnomo, Herry.2012.Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.

    Simatupang.1995. Pemodelan Sistem. Klaten: Nindita.



      (File asli unduh disini)








    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad